Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mampu menjalani hidup seorang diri. Dalam kehidupannya, manusia saling membutuhkan satu sama lain dan memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Dari mulai hal yang remeh sampai keperluan yang bersifat urgen, seperti dalam memenuhi kebutuhan hidup. Campur tangan dan peran dari orang lain sudah menjadi keniscayaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Tentunya disini saya tidak membahas atau memungkiri ketidakterlibatan orang lain dalam menjalani segala aktivitas sebagai manusia yang hidup normal. Bukan itu yang saya maksud, tetapi hubungan pertemanan dalam aspek-aspek tertentu. Seperti 'tema obrolan' pembicaraan yang bersifat umum, ringan, dan yang spesifik.
Memang, tak semua orang yang ada di sekitar akan otomatis akrab dengan kita, seperti rekan kerja, teman satu kos, teman usaha, dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Pada prinsipnya, berteman itu tak boleh pilih-pilih. Sebagai makhluk sosial, kita harus menjalin pertemanan seluas-luasnya. Pasalnya, kita membutuhkan orang lain untuk bisa menuju kesuksesan.
Secara umum mempunyai banyak teman memang baik. Iya tidak ada yang salah kok, hanya saja kadar 'keakraban' yang mesti di 'setel'. Karena kalau mau jujur sekalipun orang-orang tersebut akrab dan selalu ada dalam aktivitas kita setiap hari belum tentu bisa menjadi teman baik dalam rangka sekedar jagongan atau obrolan ringan sekalipun.
Tidak menutup kemungkinan namaya ngobrol bisa merembet ke mana-mana, laiknya percikan api yang semula kecil jika dibiarkan tidak disiram bisa saja membumihanguskan sebuah bangunan. Seperti halnya mengobrol dengan teman yang bermula membahas hal remeh-temeh bisa berganti gunjingan dan berujung mencela sana-sini, karena kesalahpahaman, kurang informasi, tidak memahami konteks, kurangnya evaluasi, dan sebagainya.
Mengapa berteman harus bisa 'menyetel' kadar keakraban? Karena tidak semua teman disekeliling kita bisa memberi dampak positif bagi diri kita, terutama dalam hal mindset.
Ada dua cara untuk menyikapi agar tetap berpikir rasional tatkala terlibat pembicaraan atau malah sudah pada tahap pergunjingan. Kita harus tegas dengan diri sendiri dan menyadari bahwa membahas hal yang tak perlu hanya membuang-buang  waktu saja.Â
Pertama; Jangan memberi ruang obrolan yang tidak bermanfaat
Dalam hal ini tidak lantas mengabaikan teman disekeliling kita selama ini, karena tidak sedikit teman punya andil besar dalam keberhasilan yang kita capai saat ini. Rekan kerja dan mitra  bisnis misalnya. Seyogyanya harus bijak memilah dan menempatkan teman sesuai porsi dan kondisi tertentu.
Hubungan intens pertemanan akan menciptakan rasa kepercayaan dan keakraban, kita akan tahu bagaimana mindset dari seseorang setelah melewati proses dari waktu ke waktu, dari kondisi juga situasi yang berbeda. Rasanya tidak mungkin perbincangan selalu membahas seputar pekerjaan dan kesibukan yang membosankan.