Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Rasa Ingin Tahu dan Empati Bisa Hilang?

29 Januari 2020   09:01 Diperbarui: 5 Juni 2020   17:08 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu begitu cepat berputar, terlebih dimana zaman serba instan seolah menuntut kita harus mengikuti iramanya. Padatnya aktivitas harian yang terus berulang dalam waktu dan gerak yang sama seperti mempersempit adanya waktu luang. Pelan tapi pasti hal ini akan bermuara pada sempitnya sudut pandang. Lalu, mengapa bisa demikian?

Kita sering tidak sadar terjebak oleh pekerjaan yang nyaris menyita segenap waktu. Rasanya tak ada jeda untuk bersantai, relaksasi dan menetralisir diri. Ketika kamu berada di satu tempat yang sama berulang kali setiap hari. Rutinitas yang sama membuat terbiasa dan pada akhirnya kehilangan minat pada apa pun yang terjadi disekitar.

Dalam situasi ini biasanya orang akan kebal terhadap fenomena yang terjadi disekelilingnya. Hilangnya rasa empati yang berujung mudah menjustifikasi atas apa saja yang terjadi. Dan, ini sangat berbahaya pada kelangsungan dalam menjalani kehidupan.

Seperti kata pepatah 'waktu adalah uang' ini seolah-olah waktu hanya diperuntukkan untuk mencari uang saja. Sehingga secara tak disadari kita terdoktrin oleh pepatah tersebut. Rasanya sia-sia bila menggunakan waktu untuk sekedar menepi dari kesibukan untuk berkontemplasi, apalagi melakukan perjalanan untuk mencari hal-hal yang baru. Padahal pada saat tertentu manusia butuh menyendiri untuk mengeksplorasi dan intropeksi diri agar ada keseimbangan.

Manusia akan jujur melihat dirinya sendiri yang penuh kekurangan dan kesalahan, ini dapat terlihat jelas pada saat-saat dalam kesendirian. Sungguh betapa malu terkadang kita dengan enteng menghakimi orang lain ketika sesuatu yang buruk terjadi, tanpa melihat sisi lain atau realitas yang sebenarnya.

Hilangnya rasa ingin tahu

Bukan berarti harus kepo serampangan ke hal-hal yang remeh-temeh ya, kepo dalam konteks kepada sesuatu yang bermanfaat. Rasa ingin tahu ini sangat penting karena akan mendorong seseorang untuk mencari sebuah jawaban. Satu hal yang membedakan orang yang memiliki rasa keingintahuan tinggi adalah, pikirannya sangat aktif bekerja meskipun mereka hanya terlihat diam. Orang yang memiliki rasa penasaran tinggi selalu mengajukan pertanyaan yang membuat ia harus mencari jawabannya.

Penelitian menunjukkan bahwa keingintahuan berhubungan dengan peningkatan emosi positif, penurunan kadar kecemasan, kepuasan lebih akan hidup, dan kesejahteraan psikologis yang semakin baik. Setiap seseorang menemukan sesuatu yang baru, otak kita bekerja melepaskan dopamin dan zat kimia lainnya yang membuat kamu merasa senang. Sungguh luar biasa dampak positif dari rasa ingin tahu.

Jika kita tak punya rasa ingin tahu, maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah tahu. Termasuk mengenal diri kita sendiri.

Menepi dari kesibukan

Seperti yang sudah saya tulis di atas, hidup memang harus ada keseimbangan. Antara mencari pendapatan dengan terus up to date pengetahuan. Setiap individu itu unik, untuk menguliknya seseorang mesti mengeksplorasi potensi dalam dirinya. Ini sederhana, namun terasa sulit bagi mereka yang tidak punya rasa penasaran dan keingintahuan.

Ini mungkin tidak gratis. Tapi sesekali kamu perlu melakukan. Waktu tidak melulu soal uang lho, ciptakanlah waktu luang untuk meluaskan sudut pandang. Seperti melakukan perjalanan ke suatu tempat yang belum pernah kamu kunjungi misalnya, bertemu orang baru dengan adat, budaya, juga cara berfikir yang berbeda akan memberi khasanah perspektif yang luas dalam melihat suatu hal. Dari sini kita akan belajar bagaimana rasa empati itu terpupuk.

Tidak ada yang instan dalam hidup ini, seperti menemukan diri sendiri. Butuh waktu dan proses yang panjang. Dan, tentu saja bukan perkara yang mudah dan murah. Karena  harus menebus dengan rasa keingintahuan itu sendiri, butuh perenungan juga pengamatan hati nurani yang jeli.

Bali, 29/01/20

Rury

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun