Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghargai Waktu Itu, Menyempatkan Bukan Menunggu Sempat

10 Maret 2018   01:26 Diperbarui: 5 April 2018   07:36 1871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: intisari.grid.id

Dengan waktu kita bisa mencari uang,  namun dengan uang kita tidak pernah bisa membeli waktu. Masing-masing kita mendapat jatah yang sama dalam sehari, yaitu 24 jam. Kepunyaan uang bisa bertambah dan juga berkurang, tergantung kapasitas, posisi, dan kondisi seseorang. Akan tetapi, pembagian waktu tetaplah "konstanta" tidak kurang dan tidak lebih.

Manjemen keuangan dalam kehidupan sangat penting, mulai dari sebuah negara, perusahaan, sampai keuangan dalam rumah tangga, tetapi manajemen waktu lebih-lebih penting. Mengapa? pintar mengatur keuangan belum tentu bijak mengatur waktu. Dalam urusan atur-mengatur identik dengan kedisiplinan, bagaimana bisa menjaga kedisiplinan jika belum bisa mengatur waktu dengan bijak lebih dulu.

Terkadang seseorang tidak pernah mengeluh masalah keuangan (berkecukupan) namun tidak sedikit yang sering mengeluh kekurangan waktu. Seperti contoh ungkapan-ungkapan; maaf saya belum ada waktu atau kapan-kapan kalau ada waktu kita ketemu, ungkapan tersebut sering dijadikan kambing-hitam sesorang untuk menunda-nunda waktu. Padahal sebenarnya seseorang tersebut tidak terlalu sibuk.

Betapa waktu itu sangat mahal saat kita merindukan kebersamaan

Siapapun kita tentu selalu mendambakan momen (waktu) bersama dan berkumpul dengan orang-orang tercinta. Namun tidak sedikit di antara kita sangat sulit mewujudkan di saat-saat kita membutuhkan itu. Kendala dan alasan bisa bermacam-macam, sibuk urusan pekerjaan, terpisah jarak, dan sebagainya. Namun tidak sedikit yang beralasan karena ketiadaan waktu. Dalam hal ini kita kudu menyempatkan bukan menunggu sempat.

Jatah tetap setiap hari tidak ada penambahan maupun pengurangan. Artinya; disini kita dituntut sebijak mungkin untuk mengelolanya (waktu) supaya cukup. Jadi ungkapan "maaf saya tidak punya waktu" sama saja kita tidak bisa membagi waktu itu sendiri dengan arif. Dibawah ini ada beberapa refleksi betapa waktu itu sangat-sangat mahal:

  • Sungguh waktu "sejam" begitu berharga bagi mereka yang ketinggalan pesawat.
  • Sungguh berartinya waktu "semenit" bagi orang yang ketinggalan kereta.
  • Betapa berharganya waktu "sedetik" bagi mereka yang baru saja terhindar dari kecelakaan.
  • Dan daftar ini bisa bertambah dengan contoh-contoh lainya.

Jangan menunggu sempat, tapi menyempatkan.

Bagi yang masih diberi kelapangan waktu sebaiknya mulai menghargainya dengan cara mengelola dan memanfaatkan dengan sebaik mungkin. Terkadang kita butuh keprihatinan, keprihatinan dalam memahami secara mendalam bukan sebatas di permukaan. Kecanggihan yang membuat kehidupan seolah serba instan,  jangan sampai membuat kita kabur menghambur-hamburkan waktu untuk hal yang kurang bermanfaat.

Hidup ini seperti kinerja sebuah mesin, ada pembakaran (perapian) dan juga radiator pendingin. Artinya; jika kita hanya berpandangan pada kiblat satu sisi, maka sisi-sisi yang lainya akan terabaikan bahkan bisa berantakan karena tidak ada keseimbangan.

Untuk pandai memenej keuangan ada sekolahnya, namun memenej waktu tidak ada jurusan sekolahnya. Dibutuhkan keprihatinan dari diri kita sendiri, betapa uang seolah bisa membeli segalanya, namun tidak untuk waktu.

Ahmad Rury

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun