Kadang kita tidak sadar telah terjebak dan bermain-main dengan perasaan yang kita perankan sendiri, dalam bentuk prasangka-prasangka menurut versi satu pihak atau pandangan pribadi kita sendiri. Padahal realitas sesungguhnya sangat jauh dengan apa yang ada dalam benak kita.
Seperti ungkapan "rumput tetangga lebih hijau" dari rumput di halaman sendiri. Ungkapan yang selalu menilai kondisi orang lain seakan selalu lebih baik dan beruntung dari kondisi yang kita alami sendiri.
Ibarat kita memandang Gunung dari kejauhan yang mana akan kelihatan hijau dan indah, namun bisa jadi bila kita melihat dari dekat akan nampak batu-batuan dan tebing-tebing yang terjal. Persepsi, prasangka begitu lalu-lalang disetiap waktu dalam kehidupan kita. Jika kita berprasangka dalam kerangka positif tentu sangat baik, namun biasanya prasangka lebih dominan ke hal-hal yang negatif.
Kurang bersyukur akan menumbuhkan prasangka negatif.
Mengacu pada istilah Jawa sawang-sinawang, yang artinya kecenderungan kita selalu melihat kelebihan-kelebihan pada diri orang lain tanpa bisa melihat potensi atau kelebihan yang kita miliki sendiri. Selama ini kita lebih sulit mengenal diri sendiri bagaikan mencari jarum ditumpukan jerami. Banyak waktu kita terbuang sia-sia hanya untuk menjudge, mengamati, dan menilai kehidupan pribadi orang lain. Jika kita selalu beranggapan rumput tetangga lebih hijau tentunya akan menjauhkan kita dari bersyukur.
Terinspirasi dan meneladani keberhasilan orang lain patut dan perlu, tapi satu hal yang harus kita pahami, proses mungkin bisa sama, namun tidak ada hasil yang sama persis. Dalam hal ini, keluasan berpikir juga mempengaruhi seseorang untuk bisa mengucap rasa syukur.
Kurang percaya diri
Kurangnya rasa percaya diri mungkin adalah salah satu faktor yang membuat orang suka melakukan perkara sawang sinawang. Padahal kita tahu jika Sang Maha  Pencipta tentunya menciptakan masing-masing mahluknya dengan segala kelebihan serta kekurangannya. Pun demikian dengan kita, harus sadar diri jika dibalik kenyamanan yang tak ada dalam diri kita, belum tentu juga kenyamanan kita bisa dirasa oleh orang lain.
Sebagai manusia, kita boleh saja menilai orang lain namun perlu kita perhatikan jangan sampai terlena oleh penilaian kita tersebut. Artinya kita lebih fokus pada kehidupan orang lain, sehingga lupa pada kehidupan diri sendiri.
Jadi, ungkapan "rumput tetangga lebih hijau "sama halnya kita yang cenderung melihat ke atas saja, melihat dengan versi kita tanpa mengetahui kenyataan sebenarnya. Ini bisa menjadi perangkap halus yang mematikan sehingga kita tak mampu mengenali potensi dan kelebihan-kelebihan yang kita miliki itu belum tentu ada pada diri orang lain.
Ahmad Rury