Mengajak dan menumbuhkembangkan kegemaran membaca bagi anak-anak bukan hanya menjadi usaha dan tanggung jawab sekolah formal-guru maupun teman-teman sekolah. Peran orangtua di sini sangat krusial agar dapat mencontohkan perilaku rajin membaca di rumah.
Kalau kita amati, waktu yang dihabiskan di sekolah formal tak lebih 8 jam sehari atau 48 jam seminggu (asumsi 6 hari sekolah). Padahal waktu yang dimiliki dalam seminggu adalah 168 jam. Berarti jika dibandingkan peran guru dalam membimbing anak muridnya di sekolah tak lebih dari 30 persen dari total waktu dalam seminggu. Selebihnya 70 persen waktu anak dihabiskan di rumah. Nah, di sinilah peran orangtua untuk bisa menjadi "guru abadi".
Untuk meningkatkan budaya baca di rumah, setidaknya beberapa hal berikut ini harus digiatkan:
- Pertama, membiasakan membacakan buku untuk anak balita setidaknya 10-15 menit dengan cara bercerita. Banyak buku cerita anak yang mengangkat tema budi pekerti, sosial, tolong menolong, atau religi yang dikemas dalam cerita anak.
- Kedua, jadikan rumah sebagai "gudang ilmu", dengan mengoleksi buku-buku. Jadikan sudut atau salah satu ruangan rumah sebagai ruang baca atau perpustakaan mini.
- Ketiga, mulai memasukkan buku ke dalam daftar belanja bulanan, sehingga ada anggaran khusus yang dialokasikan untuk menambah jumlah bacaan.
- Keempat, ajaklah anak-anak ke toko buku, perpustakaan atau taman-taman bacaan sehingga memupuk rasa terhadap buku.
- Kelima, orangtua harus membiasakan membaca pada saat  waktu luang sehingga "memperlihatkan" contoh perilaku nyata gemar membaca.
Ruang belajar tidak hanya ada di sekolah formal, menimba ilmu tidak hanya berlaku di perpustakaan. Jadikanlah rumah sebagai perpustakaan mini, tempat keluarga menimba pengetahuan. Gairah membaca harus dimuali dari rumah, dari keluarga, dan dari diri sendiri. Sempatkan waktu sejenak untuk membaca setiap hari. Setidaknya 10-15 menit setiap hari.
Hal ini penting khususnya bagi kalangan orangtua, guru, maupun pendidik lainnya. Orangtua dan guru atau pendidik lain yang tidak suka membaca seperti halnya kolam yang butek akan berbahaya bagi anak-anak dan para siswa. Pikiran keruh kita bisa menjadi 'racun' yang mengiritasi pemikiran mereka.
Tulisan ini dirangkum karena penulis sadar pentingnya membaca, keterbatasan pendidikan penulis karna kondisi ekonomi orangtua pada saat itu. Namun tak akan menyurutkan penulis untuk selalu belajar kepada siapapun dan memberikan contoh bagi anak-anak.
Ahmad Rury
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H