Jagung adalah buah praktis. Cara hidupnya menunjukkan hidup dan berpikir fleksibel. Jagung yang dibakar, menandakan bahwa hidup ini membutuhkan proses. Pada saat itu, orang yang membakar jagung akan bangga dan bahagia. Saat jagung itu sudah masak, makan jagung juga penuh keasyikan. Deretan biji jagung tertata rapi. Itulah gambaran orang yang berpikir positif, segalanya akan tertata.
Jagung adalah gambaran pemikiran orang hidup, yakni harus selalu dipelihara, disiram, dan di rabuk. Begitu pikiran manusia, harus senantiasa agar tumbuh dan berkembang. Jika pemeliharaan keliru, pikiran akan berubah negatif. Jagung pun demikian. Untuk menanam jagung perlu cangkul dan tanah. Dari sebiji jagung, dapat melahirkan ratusan biji jika sudah berbuah.
Jagung juga memaparkan bagaimana hikmah hidup untuk bersabar menjadi yang lebih baik. Ibu saya dulu di Kampung mengajarkan bagaimana ulur (menanam) jagung, memasukkan ke lubang, biasanya menggunakan ceblok atau (alat pembuat lubang) terus diurug. Maksudnya, biji jagung yang telah ditanam harus ditutup tanah. Jagung harus menanggung beban tanah yang ditimbunkan. Sejak jagung ditanam untuk keluar dari tumpukan tanah itu tentunya membutuhkan air.Â
Jika mampu keluar, ia akan menjadi jagung yang muda, tetapi untuk tumbuh dan menjadi lebih berharga ia harus diberi pupuk. Begitulah kita sebagai manusia banyaklah belajar dari filosofi kehidupan tumbuhan, salah satunya jagung. Jagung yang kecil itu seperti manusia yang belum mengerti apa-apa tenang hidup ini. Jagung ditanam serta ditutupi dengan tanah, sama halnya dengan manusia, tumpukan tanah itu bagaikan masalah-masalah yang datang menghampiri hidupnya.
Filosofi benih jagung itu sama persis dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia. Kita tak bisa tumbuh dengan sempurna, baik secara emosi, spirit, dan sosial apalagi secara fisik bila terlalu berkompetisi memperjuangkan kebutuhan dan keinginan hidup. Kata "terlalu" perlu digarisbawahi karena kita akan menjadi egois dan tumbuh kerdil bila terlalu berkompetisi, walau kita juga tak mungkin hidup sendirian. Hidup yang sempurna perlu tatanan dan tuntunan.
Tanah yang menutupi benih jagung sama seperti masalah, kepelikan, beban hidup yang harus dipikul setiap orang. Tanpa beban, tanpa adanya masalah, kita mungkin tidak merasa penting untuk memiliki cita-cita dan impian. Bahkan, cita-cita dan impian dengan begitu mudah akan terkubur bila tidak ada beban yang dipikul, sama seperti benih jagung yang begitu gampang dimakan ayam apabila diletakkan saja di atas permukaan tanah. Impian hidup dan semangat akan menguap dan mati begitu saja bila manusia tak memikul kesulitan hidup, seperti benih jagung yang kering terpapar panasnya matahari. Kita membutuhkan sebuah tantangan hidup supaya kita tetap memperoleh inspirasi. Karena inspirasi adalah nyala api yang membakar semangat dan motivasi.
Secara filosofis, pohon jagung itu berbuah hanya sekali. Hal ini perlu ditafsir atas dasar berfikir positif. Pohon jagung juga tidak bercabang. Dengan demikian, berpikir positif juga meningkatkan tingkat kepuasan jiwa dan perasaan bahagia. Orang yang berfikir positif selalu melihat segala sesuatu dari sisi positif sehingga bisa menikmati hidup lebih baik. Selain itu orang yang berpikir positif selalu bersyukur atas apa yang ada padanya atau pengalamannya sehari-hari. Hal yang tak kalah penting adalah berpikiran positif dan meningkatkan kualitas interaksi dengan orang lain.
Â
Ahmad Rury
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H