Problematika yang dihadapi masyarakat dewasa ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga alam dan semesta. Lingkungan yang kita tinggali adalah akar dari semua pohon kehidupan yang ber-regenerasi dari abad ke abad; desa. Kata sederhana yang (mungkin) asing di telinga sebagian manusia, namun melekat erat dan saling berikatan dengan lingkungan.
Problematika yang saya maksud adalah tentang ke(pe)rusakan alam. Siapa yang hendak tanggung jawab dengan kehancuran bumi kita? Tidak ada, bukan? Padahal sejatinya kita adalah tiyang-tiyang yang sepantasnya menjadi pionir penjaga alam yang kita tinggali; bumi.
Manusia terdekat yang menjadi korban hancurnya lingkungan tak lain tak bukan adalah perempuan. Kita semua tahu bahwa selama ini, perempuan selalu ditempatkan pada ranah domestic dan laki-laki berkecimpung dalam ranah public. System kebijakan yang katanya sudah bijak patut disalahkan atas ketimpangan gender yang tak setara, yang tak adil, yang menindas, yang mempersempit ruang gerak perempuan. Padahal, Pada 18 Maret 2005, 180 negara – lebih dari sembila puluh persen dari negara-negara nggota PBB – merupakan Negara Peserta konvensi yang menyetujui CEDAW (re: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan), termasuk Indonesia. Itu berarti, Negara Indonesia yang merdeka ini, menyetujui dan mendukng penuh semua isi CEDAW tersebut.
Bagian III Pasal 14
1.Negara-negara Peserta wajib memperhatikan masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh perempuan pedesaan dan peran penting perempuan pedesaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup ekonomi keluarganya, termasuk pekerjaan mereka dalam sektor ekonomi yang tidak dinilai dengan uang, dan wajib melakukan segala langkah yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan ketentuan Konvensi ini bagi perempuan di daerah pedesaan.
2.Negara-negara Peserta wajib melakukan segala langkah-tindak yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di daerah pedesaan dan menjamin, atas dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan, bahwa mereka dapat ikut serta dalam dan mendapat manfaat dari pembangunan pedesaan dan, khususnya, wajib menjamin perempuan hak:
(a)Untuk ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di semua tingkat;
(b)Untuk memperoleh akses pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, termasuk informasi, penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana;
(c)Untuk memperoleh manfaat langsung dari program-program jaminan sosial;
(d)Untuk memperoleh segala jenis pelatihan dan pendidikan, formal dan non-formal, termasuk yang berhubungan dengan baca-tulis fungsional, serta, antara lain, manfaat semua pelayanan masyarakat dan penyuluhan, untuk meningkatkan keahlian teknis mereka;
(e)Untuk mengorganisir kelompok-kelompok swadaya dan koperasi untuk mendapat akses yang    sama atas kesempatan-kesempatan ekonomi melalui kerja atau wiraswasta;
(f) Untuk ikut serta dalam semua kegiatan kemasyarakatan;
(g)Untuk mendapat akses atas kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran, teknologi yang tepat-guna dan perlakuan setara dalam reformasi pertanahan dan agraria serta dalam rencana rencana pemukiman kembali;
(h)Untuk menikmati kondisi kehidupan yang layak, khususnya yang berhubungan dengan perumahan, sanitasi, listrik dan penyediaan air, transportasi dan komunikasi.
Betapa hebatnya manusia yang disebut Perempuan, yang dilindungi oleh Negara bahkan internasional. Betapa nestapanya Negara ini, yang mengabaikan hak-hak perempuan, yang berpikir tentang keluarganya, rumah tangganya, dan masa depannya.
Perempuan mempunyai kedekatan ekologis dengan semesta ini, dengan bumi ini. Perempuan melindungi alam, merawat alam, menjaga kebersihan, mengumpulkan sampah dan menjadikannya kompos, membuang sampah pada tempatnya. Perempuan juga mengajarkan hal yang sama pada anak-anak mereka. Itu semua terjadi secara natural karena bentukan sosial yang menempatkan perempuan pada ruang gerak yang sangat sempit sehingga perempuan melakukan perubahan melalui langkah yang sangat kecil bahkan tidak terlihat di mata dunia. Tapi beginilah kenyataannya, bahwa perempuan menjaga bumi.
Perempuan akan tetap menjadi perempuan. Manusia hebat yang selalu tumbuh dengan kasih dan sayang terhadap bumi dan alam. Ketika bumi tak lagi nyaman untuk dihuni, perempuan bergotong royong meneduhkan atmosfer kerusakan dan perusakan.
Bumi. Planet kecil dengan milyaran nyawa yang selalu bergantung pada tubuh dan sumber daya yang tersimpan didalamnya. Mari kita menyeimbangkan kedudukan sesama manusia, membuat relasi tanpa penindasan gender dan diskriminasi demi generasi penerus bangsa ini. Ulurkan tangan untuk menjaga dan merawat bumi kita.
Ruri Putri. Lahir di Klaten, 24 Febuari 1998. Aktif menulis di blog pribadi www.ruriputri.wordpress.com Belajar tentang issue anak dan perempuan bersama Komunitas Anak Karangnongko, Komunitas Penggerak RW 4, dan Jejer Wadon. Siswi SMA N 1 Klaten, tinggal di Tegalrejo, Kadilajo, Karangnongko, Klaten, RT9/RW4. Hp. 085743722704. Twitter:@ruriputrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H