“oh, yang hitam bertali. Tapi ada sedikit warna putih di bagian sol nya, adik tidak apa-apa?”
“aku suka yang itu. Mulai sekarang, dia akan menjadi temanku, juga kaus kaki yang ibu belikan,”
“baik, ayo kita bayar”
“asyik, terimakasih ibu!”
Sesampainya dirumah, gadis itu mengambil semir sepatu dan menyulap sol sepatu barunya menjadi hitam legam. “nah, beres. Besok aku sekolah sama kamu ya, sepatu. Jangan nakal, semirnya jangan hilang dulu! Jangan sampai kamu diambil makhluk-makhluk jahat yang disana, hanya karena warna solmu bukan hitam” gadis itu berbicara pada sepatu barunya.
Pada suatu pagi, tiga bulan setelah dia membeli, sesampainya di sekolah, dia mengerjakan tugas fisika yang belum sempat tersentuh. Gadis itu bersikap biasa dan sewajarnya, penuh semangat dan keceriaan. Tidak ada yang janggal, semua baik-baik saja. Dua jam sudah berakhir, kelas olah raga segera dimulai. Setelah berganti baju dan mengikat tali sepatu yang terlepas, dia berjalan menuju lapangan.
“sudah berdoa, biar semua lancar dan ndak laper kalok pas olah raga. Eh, sepatunya disita mereka, Buk!” gadis itu menelpon ibunya setelah beberapa menit yang lalu sepatunya disita di kelas olah raga.
“wis, ndakpapa. Ndak usah ikut kelas olah raga. Ibu lagi sibuk, ndak bisa nganter sepatumu yang di garasi itu, nanti pulang sekolah beli aja, atau beli sandal dulu ndak masalah” jawab wanita tua dalam telponnya.
“ya, oke. Asalamualaikum” dan gadis itu menutup telponnya.
Kemudian gadis berkacatama itu kembali ke kelas dan segera menata hatinya. Merelakan teman kesayangannya diambil oleh mereka. Luput!
[caption id="attachment_345515" align="aligncenter" width="480" caption="Gadis itu, yang berkacamata."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H