Dalam melakukan jual – beli tanah dan bangunan, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggunakan cara tradisional, yaitu secara tunai dan seketika. Yang dimaksud dengan tunai dan seketika adalah, disaat terjadi transaksi jual – beli, setelah terjadi pelunasan pembayaran maka terjadi pula perpindahan hak milik atas objek jual beli. Padahal untuk kegiatan jual – beli tanah atau bangunan berbeda dengan jual – beli pada umumnya. Untuk jual-beli benda tidak bergerak (tanah atau bangunan) dibutuhkan akta autentik sebagai bukti hukum yang sah terjadinya jual – beli, yang selanjutnya dikenal dengan Akta Jual Beli.
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak ditemukan transaksi jual beli properti tidak dilakukan di hadapan Petugas Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau lebih dikenal dengan jual-beli dibawah tangan. Biasanya jual beli seperti ini hanya diwakili oleh kepemilikan kuitansi sebagai bukti telah terjadi transaksi jual beli. Secara hukum jual beli tersebut tetap dianggap sah secara hukum, akan tetapi pihak pembeli tidak dapat melakukan pembuatan sertifikat atas nama pribadi. Karena Badan Pertanahan Nasional (BPN)  tidak dapat menerbitkan sertifikat atas nama pembeli tanpa adanya Akta Jual Beli sebagai salah satu syarat pembuatan sertifikat atas nama pemilik baru (pembeli). Artinya, pihak pembeli hanya dapat menguasai fisik properti, tanpa memiliki kekuatan hukum yang jelas.
Sebaiknya untuk pembelian properti, alangkah baiknya dilakukan dengan cermat dan teliti serta benar menurut koridor hukum yang berlaku, untuk mencegah terjadinya sengketa atau permasalahan hukum di kemudian hari.
Semoga uraian singkat mengenai pembelian properti dibawah tangan dapat bermanfaat.
Kunjungi UrbanIndo.com untuk menemukan informasi-informasi menarik mengenai properti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H