BANDUNG--Semakin seringnya intimidasi yang dilakukan PT KAI terhadap warga penghuni Rumah Negara (RN), khususnya yang terjadi di kawasan RN di Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir, Bandung, membuat warga yang diwakili Forum Penghuni Rumah Negara (FPRN) Garuda, Bandung, mengadukan hal tersebut ke Ombudsman Jawa Barat. Para pengurus FPRN Garuda diterima oleh Fitri dari Ombudsman pada Kamis, 25 September 2014. FPRN Garuda adalah bagian dari FPRN se-Bandung Raya, antara lain FPRN Jatayu, Wesshof, Sukabumi-Laswi, dan Bima.
Ketua FPRN Garuda, Adiwiyono, kepada Ombudsman menjelaskan, perlakuan PT KAI ini telah meresahkan penghuni yang adalah pensiunan PNS, janda pensiunan PNS, dan anak-anak sah dari pensiunan PNS semasa PT KAI masih bernama Perumka (Perusahaan Umum KA), PJKA (Perusahaan Jawatan KA), PNKA (Perusahaan Negara KA), dan DKA (Djawatan KA).
Dikatakan Adiwiyono, orang-orang yang mengaku pegawai PT KAI belakangan ini semakin intensif mendatangi rumah-rumah warga. Mereka masuk ke halaman-halaman rumah warga (bahkan ada juga yang masuk ke dalam rumah), dan kemudian menempelkan stiker-stiker seperti misalnya stiker bertuliskan bahwa penghuni rumah yang bersangkutan belum membayar kontrak. Sebelumnya, mereka juga menempelkan stiker atau plang yang menyatakan bahwa rumah yang dihuni warga merupakan asset PT KAI. Terkadang mereka juga memotret dan mengukur-ukur rumah warga. “Bagi kami ini sudah pelanggaran HAM,” ujar Adiwiyono.
Selain itu, warga yang belum membayar uang sewa diberi surat yang memerintahkan untuk segera melunasi sewa atas rumah yang ditempatinya, disertai keterangan bahwa surat tersebut merupakan Surat Peringatan (SP). Sejumlah warga menyatakan telah mendapatkan SP3, seraya cemas menunggu aksi selanjutnya dari PT KAI. Bahkan kasus lain ada yang sudah mendapatkan SP3A disertai perintah untuk segera mengosongkan rumah.
Keresahan warga ini semakin meningkat sejak PT KAI menetapkan tarif sewa yang tidak manusiawi secara sepihak. Karena tingginya tarif sewa, maka sejumlah warga bahkan mulai menghentikan membayar sewa, terlebih setelah memahami bahwa mereka didukung sejumlah aturan hukum untuk bisa mempertahankan rumah negara tersebut, selain juga karena adanya sejumlah kejanggalan.
Dalam beberapa kali pertemuan warga, khususnya di Kelurahan Garuda, terungkap kejanggalan misalnya ada warga yang bahkan ditolak membayar uang sewa tanpa diberitahu alasannya. Ada pula yang telah membayarkan uang sewa ke rekening tertentu yang menurut warga merupakan rekening yang diberikan pihak PT KAI, namun ternyata disangkal oleh pihak PT KA (dalam hal ini DAOP II), bahkan PT KAI tidak dapat menunjukkan bukti pembayarannya, sementara warga memiliki bukti telah membayar sewa. Menurut Adiwiyono lagi, memang ada indikasi ketakjelasan kemana perginya uang sewa yang dibayarkan warga. "Seharusnya kan ke kas negara," ujarnya.
Warga penghuni RN Garuda bertahan di rumah tersebut bukannya tanpa dasar. Dikatakan Mahmud, dari FPRN Bima yang turut mendampingi FPRN Garuda ke Ombudsman, aturan hukum menyebutkan bahwa rumah-rumah negara (Golongan III) selanjutnya dapat dialihkan hak miliknya kepada para penghuni (lihat PP RI No.31 Tahun 2005 tentang perubahan atas PP No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara).
Di sisi lain, PT KAI juga tidak dapat membuktikan kepemilikan sertifikat atas tanah/rumah-rumah negara tersebut. Khusus untuk kasus rumah-rumah negara di kawasan Garuda, sertifikat yang dijadikan acuan PT KAI untuk mengklaim tanah/rumah negara di Garuda sebagai asset mereka, bahkan telah dibatalkan demi hukum oleh Mahkamah Agung.
Sementara itu, Fitri dari Ombudsman menyatakan akan memediasikan kasus ini dengan menemui pihak-pihak terkait antara lain PT KAI sendiri dan Badan Pertanahan Negara (BPN). Menurutnya, FPRN Garuda merupakan yang ketiga yang mengadukan ke Ombudsman Jawa Barat setelah sebelumnya ada FPRN Wesshof dan FPRN Jatayu.
Sebelumnya, 20 September 2014, dikabarkan bahwa FPRN telah menggugat Dirut PT KAI, Ignasius Jonan. Ignasius Jonan dianggap bertindak semena-mena terhadap para pensiunan Kereta Api Indonesia beserta keluarga yang telah turut serta membesarkan Kereta Api Indonesia (selengkapnya lihat di sini).**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H