Bagi yang  berada di pelosok desa, Makan Bergizi Gratis atau MBG masih menjadi penantian panjang yang penuh pengharapan, kapan makan sehat itu kami rasakan.
Makan sehat bergizi rasanya sesuatu banget, maklum sebagian besar murid-murid jarang yang sarapan pagi. Bukan tanpa sebab sebagian orang tua mereka buruh tani.
Pagi-pagi sekitar pukul 06.00 pagi sudah harus berangkat ke sawah, apalagi jika musim tanam padi atau tandur ada yang subuh sudah berangkat karena sistem borongan, jadi tidak sempat menyiapkan sarapan untuk anak-anakanya.
"Biasanya Mamak meninggalkan uang Rp 5000,- di atas meja dapur, untuk jajan", ujar Nadi, siswa kelas 6 yang tak pernah sarapan pagi saat berangkat sekolah.
Sampai di sekolah beli nasi goreng Rp.2000,- sebungkus. Mungkin kalau orang jogja menamakan nasi kucing, jangan tanya seberapa banyaknya, mungkin 5-6 sendok makan ukuran dewasa. Bagi anak-anak yang penting sudah bisa mengganjang perut mereka.
Lain lagi pengakuan Mamad, dia juga tidak pernah sarapan pagi tiap hari diberi uang saku Rp.7000,-. Tiba di sekolah dia membeli tempe goreng Rp. 3000,- baginya itu sudah cukup untuk penggaganti sarapan. Selebihnya akan dia belikan saat istirahat.
Cerita mereka, mengapa tidak sarapan ?
Pentingnya sarapan pagi bagi anak belum dipahami dengan baik oleh orang tua. Ada banyak manfaat sarapan pagi diantaranya dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak dalam belajar , untuk memberikan energi saat belajar  dan beraktivitas.
Bagi orang tua yang memahami pentingnya sarapan pagi pasti akan menyiapkan dari rumah, bahkan ada yang membawa bekal untuk dimakan di sekolah. Saat ini sudah banyak sekolah-sekolah tertentu yang mewajibkan anak-anak membawa bekal dari rumah. Â
Namun jika kita melihat di kampung, seperti di lingkungan tempat tinggal saya sebagian mereka tidak peduli dengan sarapan pagi untuk anak-anaknya. "Walah Bu, sing penting disiapi sangu, biar jajan di sekolah", Ujar Mbak Wina, wali wurid kelas 2 SD yang tidak menyiapkan sarapan bagi kedua anaknya yang masih duduk di SD dan SMP.
Selain Mbak Wina, ada alasan dari Mak Wiji, ibu paruh baya itu tiap hari bekerja serabutan, seringnya di sawah menjadi buruh tani, apalagi saat ini musim tandur atau tanam pagi. Pagi-pagi sudah harus kerja Borongan. Pukul 05.00 sudah berangkat dengan teman-teman seprofesinya.