Hari Raya Idul Kurban kemarin benar-benar menjadi kemenangan bagi kami. Kami merasakan kebahagian yang penuh hikmah. Bukan tanpa sebab sejak adanya wabah PMK yang menyerang sapi-sapi di tanah air, kamipun merasakan keresahan yang luar biasa.
Singkat cerita kami penanggung jawab tabungan kurban ibu-ibu di majlis taklim. Alhamdulillah lima tahun terahir ini secara rutin melaksanakan pemotongan hewan kurban 4 ekor sapi setiap tahunnya.
Sejak adanya virus PMK yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, menjadikan kami ekstra hati-hati dalam mencari hewan kurban, terutama sapi. Biasanya satu bulan sebelumnya kami dan pengurus telah meminang hewan kurban sebagai persiapan datangnya Hari Raya Idul Adha.
Saat inipun kami juga melakukan hal yang sama. Kami datang ke rumah-rumah penduduk untuk mencari sapi-sapi yang akan dijual. Desa yang kami tuju telah menjadi  langganan tahunan. Sudah menjadi tradisi dusun di bawah kaki gunung itu memelihara sapi sebagai hewan pemeliharan. Hampir seluruh penduduknya memiliki sapi.
Bagi orang Jawa sapi termasuk "rojo koyo" artinya hewan peliharaan yang menunjukkan kekayaan seseorang. Yang termasuk rojo koyo yaitu sapi, kambing, dan kerbau. Â Â
Sehingga wajar sebagian besar warga dusun masih banyak yang memelihara sapi, sebagai simbul kekayaan mereka. Â Dusun yang kami kunjungi itu rata-rata mempunyai 2-5 ekor sapi setiap rumahnya.
Setelah akad jual beli selesai kami pun menyepakati, salah satunya menitipkan pemeliharaan sapi sampai datangnya Idul Adha dengan memberikan ganti upah pakan selama satu bulan.
Satu minggu berlalu, tiba-tiba saya dikagetkan suara gawai yang memanggil, segera saya angkat,
"Bu, ngapunten sapine pilek, pripun niki", Suara De Samin pemilik sapi memberitahukanku
"Gih, Mbah, tolong dipadosne mantri suntik gih", jawabku mendadak galau