Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadhan dan Minyak Goreng

3 April 2022   07:27 Diperbarui: 3 April 2022   08:50 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minyak goreng yang ada di pasaran economi.ekozon.com

Judul diatas sebetulnya tidak ada relevansinya, bahkan juga tidak saling terkait. Mengapa? Karena Ramadhan adalah salah satu bulan suci bagi umat islam yang diwajibkan  menjalankan ibadah puasa. Bulan yang semua amal kebaikan kita dilipatgandakan, juga bulan maghfirah atau bulan ampunan.

Sedangkan minyak goreng adalah salah satu sembilan bahan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya. Minyak yang berbahan dasar kelapa sawit ini dapat digunakan untuk segala kebutuhan aneka masakan dan gorengan.

Dua kata yang yang berbeda arti dan fungsinya, namun menurut pandangan penulis saat ini menjadi saling terkait karena situasi dan kondisi.

Ramadhan adalah bulan spesial bagi umat Islam, menurut kaca mata saya sebagai  orang awam dan juga Mak-Mak yang suka ngerumpi. Bulan ini menjadi terkait erat dengan minyak goreng yang saat ini harganya melangit karena setinggi langit.

Betapa tidak, ketika jam istirahat di sekolah, guru-guru juga ngerumpi masalah harga minyak, nanti ke pasar penjual dan pembeli juga heboh membicarakan harga minyak, ketika ngirim sarapan di sawah Mak-Mak tukang tandur juga ngegosip harga minyak.

Ujung-ujungnya mereka mengatakan, "Waduh pas puasa biasanya menyediakan jaminan untuk berbuka, la kok harga minyak malah mahal",

Saya hanya diam sambil nyengir, "Bu, tahu dan tempe dibakar saja, bandeng dipresto.

Temanku nyeletuk "La kalau krupuk gimana Bu, "

"Gampang, goreng aja pakai pasir, beres kan" jawabku di sambut tawa Mak-Mak  di pasar.

Ilustrasi diatas selalu kita dengar setiap hari, kita para Mak-Mak tak banyak berharap. Karena harapan itu sudah enam bulan yang lalu saya sampaikan, "Semoga nanti pas bulan ramadlan minyak bisa turun harga".

Harapan itu tinggal harapan, karena pada kenyataannya harga selalu naik. Sebelumnya harga minyak 1 liter Rp.12.000,- merangkak naik Rp.16.000, hingga Rp.18.000,- dan  saat ini Rp.24.000,-. Saya tidak melihat data, namun kenyataan yang kami alami sendiri.  

Kenaikan yang 100% inilah membuat kami para Emak-Emak harus memutar otak bagaimana dapur tetap mengepul walaupun harga kebutuhan semakin menyembul.

Bagi kami para Emak-Emak, tidak pernah tahu apa itu inflasi, bagaimana harga komoditi di dunia, apa itu ekspor maupun impor. Kami hanya mendengar katanya Indonesia saat ini mendominasi pasar minyak sawit di dunia dengan produksi mencapai 31 juta ton per tahun.

Masalah-masalah seperti itu mestinya sudah dipikirkan oleh para pemangku kebijakan juga para elit pemerintahan.

Yang kami tahu adalah bagaimana kami bisa mendapatkan minyak dengan harga terjangkau untuk menggoreng tempe dan tahu yang kami suguhkan di meja makan untuk sarapan keluarga.

Kami juga tidak tahu jika tiba-tiba migor langka di pasaran kemana lagi kami harus mencari, yang ada sementara tempe dan tahu saya bacem kemudian saya bakar di tungku.

Minyak goreng yang ada di pasaran economi.ekozon.com
Minyak goreng yang ada di pasaran economi.ekozon.com

Ketika kemudian anak saya yang masih kelas 1 SD menanyakan : "Mak kenapa tempenya kok di bakar?"

Saya bilang: "Toko sebelah gak punya minyak", sahutku sekenanya

"Kenapa gak beli di pasar?"

"Di pasar juga gak ada", jawabku ngenes di hati

"Sudah makan aja pakai tempe bakar, ini rasanya juga enak", Dia menggelengkan kapala, dan tidak jadi sarapan.

Saat ini bulan ramadlan tiba, syukurlah minyak sudah ada di toko sebelah, dipasarpun sudah banyak stok, sayangnya harganya melambung bak balon naik ke udara.

Lagi-lagi kami para Emak ingin menyuguhkan menu makanan saat buka dan sahur, lagi-lagi menggerutu,

"Dik, saat ini migor mahal biasanya ada gorengan pisang untuk takjil kali ini pisang cukup direbus saja ya", ucapku sambil menyiapkan di meja makan.

" Mak, kemarin tempe di bakar, hari ini pisang di rebus", anakku protes sambil tepuk jidad.

Bapak dan Ibu, selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadlan bagi yang melaksanakan, semoga kita selalu di beri kesabaran, keihlasan dan keberkahan dalam menjalankannya.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun