Hampir satu minggu setelah pertemuanku dengan keluarga Koi yang tiba-tiba. Dan Sudah satu minggu pencarian kerjaku berlangsung tanpa ada yang menghubungiku. Dari sekian banyak lamaran yang ku kirim, belum juga ada satu perusahaan yang menghubungiku. Apakah mereka benar-benar membutuhkan karyawan? Atau mereka hanya iseng membuat informasi lowongan? Kenapa aku belum dipanggil juga. Keinginanku untuk segera mendapatkan pekerjaan di minggu ini pun sia-sia.
Keluargaku pasti akan kecewa di akhir bulan nanti. Khususnya ibu. Ada rasa ingin jujur padanya, tapi aku belum siap dan berani. Alasan apa yang harus aku katakana padanya? Hari ini hujan turun, aku ingin seharian beristirahat di rumah, tidur dalam kamarku dengan rintik air hujan di pojoknya karena atapnya bocor. Aku memandangi telepon genggamku, berharap ada seseorang yang menghubungiku, walaupun tidak mungkin, perusahaan dihari ini pasti libur. Tapi setidaknya dari keluarga Koi. Ya ampun, apa yang aku harapkan?
Hidup bisa saja menjadi tidak bersahabat. Apalagi untuk anak sulung dari 3 bersaudara. Aku bagaikan contoh yang harus selalu bersikap tangguh dan sempurna di mata saudara-saudaraku. Walaupun mereka sudah besar dan sedang bekuliah, tapi aku tidak bisa mengeluh di hadapan mereka. Aku ingin sekali menyuruh salah satu saudaraku untuk mencari biaya untuk kuliahnya sendiri, tapi tidak bisa.Â
Aku memang munafik dan tidak sempurna. Mungkin cobaan ini juga karena aku mulai tidak ikhlas dengan apa yang kulakukan. Yah, itulah mengapa saat ini aku kagum pada seseorang seperti kak Nagai. Ditengah rasa sakitnya, dia anak dari keluarga berada, tapi dia tetap berusaha untuk menghasilkan segala sesuatunya sendiri. Walaupun keadaan fisiknya lemah dia tidak pernah mengeluh dia tulus dan ikhlas menerimanya.Â
Bagaimana kalau aku yang berada di posisinya? Mungkin aku hanya menunggu hari terakhirku didunia dengan tidur di rumah sakit, karena keluargaku kaya pastinya. Ah, aku memikirkan Kak Nagai lagi. Yang kuingat, wajahnya saat ini memang lebih tampan dan berisi. Mungkin dia sudah sembuh dari penyakitnya. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Kashi bilang, bahwa kak Nagai tidak akan bertahan di tahun saat kami berpisah.Â
Apalagi setelah kak Nagai batuk darah. Tapi, sampai sekarang kak Nagai ternyata sembuh. Manusia memang tidak boleh mendahului Tuhan, karena Tuhan lah yang memiliki kehendak dan kuasa bagi siapapun yang dikehendakiNya.
Telepon genggamku sangat sepi, apa mungkin aku salah mencantumkan nomor telepon? Sepertinya tidak, aku sudah mengeceknya berkali-kali. Aku baru saja ingin memejamkan mata, saat getaran panjang dari teleponku yang ku genggam mengejutkanku dari nomor tidak kukenal. Ternyata itu adalah telepon dari kak Nagai. Dia meminta maaf karena baru menghubungiku, dan menanyakan keputusanku.Â
Jelas saja aku langsung menjawab iya. Dan minggu depan, aku akan mulai bekerja di tempatnya. Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang tidak pernah tidur dan tahu apa yang aku butuhkan, bukan yang aku inginkan. Seselesai telepon dari kak Nagai, sebuah pesan diberikan oleh kak Nagai. Alamat kantor, nyengirku.
Aku keluar dan mencium kening ibuku. Aku juga tak lupa mengucapkan terimakasih atas ridhonya. Aku sudah dapat pekerjaan. Sepertinya aku akan terenyum saat tidur siang nanti. Aku bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H