Tradisi di Pulau LombokÂ
Suku Sasak terdapat tradisi kawin lari "Merarik" yang memiliki ciri khas dan nilai yang sudah turun temurun dari para leluhur. Kawin lari "Merarik" dipercaya akan mengangkat harkat martabat kaum laki-laki yang dapat melarikan pujaan hati mereka. Kawin lari merupakan tradisi turun temurun yang sudah membudidaya di kalangan Suku Sasak. Selain itu kawin lari berbeda dengan kawin culik, kalau kawin culik pengantin wanita di paksa menikah dengan laki-laki yang dia tidak cintai hanya pengantin laki-laki saja yang memiliki rasa cinta sedangkan kawin lari dilakukan oleh dua insan yang saling mencintai tanpa ada paksaan di antara satu dengan yang lain.
Budaya kawin lari "Merarik" kurang di kenal oleh masyarakat luar pulau Lombok. Kawin lari "Merarik" telah disepakati oleh Suku Sasak sebagai salah satu budaya yang ditinggalkan oleh para leluhur mereka dan harus dibudidayakan, sehingga tidak dapat di musnahkan.Â
Sebagaimana telah dikisahkan oleh seorang warga Suku Sasak bahwasanya asal mula terjadinya kawin lari "Merarik" pada zaman dahulu kala ada seorang raja yang memiliki putri yang sangat cantik dan semua laki-laki ingin melamarnya, dengan demikian sang raja berusaha berfikir bagaimana caranya supaya tidak terjadi perselisihan jadi sang raja mengurung anaknya di istana dengan menggunakan penjagaan yang sangat ketat, kemudian sang raja mengumumkan kepada seluruh laki-laki itu barang siapa yang dapat menculik putri saya maka saya akan nikahkan dia. Maka terjadilah adat kawin lari di Suku Sasak.
Bicara tentang kawin lari "Merarik" merupakan sebuah proses awal yang dilakukan oleh sepasang kaum hawa dan adam untuk menuju sebuah pernikahan yang akan membawa mereka menuju sebuah kebahagiaan. Akan tetapi sebelum proses pernikahan terjadi kedua tokoh masyarakat atau yang sering disebut dengan kepala kadus yang laki-laki datang ke rumah mempelai wanita untuk memberitahukan bahwa calon pengantin perempuan ada di tempat calon pengantin laki-laki dan kemudian terjadilah sebuah musyawarah antara pihak laki-laki dan wanita dalam segi pembayaran calon pengantin wanita. Setelah itu calon pengantin harus segera dinikahkan karena peristiwa tersebut telah diketahui oleh seluruh masyarakat yang ada di kampung atau sering dikenal dengan sebutan Nyelabar. Kemudian kedua pihak keluarga menjalani adat selabar, mesejati, dan mbait wali sebagai proses permintaan izin pernikahan dari keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan.
Budaya kawin lari "merarik" memiliki pro dan kontrak Meskipun demikian setelah lama berlangsung budaya kawin lari "Merarik" di Suku Sasak tidak semua setuju akan budaya itu karena menurut para ulama atau Tuan Guru berpendapat bahwa kawin lari merupakan tradisi orang Hindu Bali dan menganjurkan membuat tradisi kawin lari. Akan tetapi Suku Sasak percaya kalau itu adalah budaya asli Suku Sasak yang harus ditradisikan dan tidak boleh dipunahkan.
Merarik memperkuat silaturrahim antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain alhasil keberadaan budaya kawin lari "Merarik" masih berjalan sampai sekarang dan membudidaya di Suku Sasak.Â
Akan tetapi tidak semua daerah yang tahu budaya kawin lari "Merarik". Antusias masyarakat Suku Sasak dalam budaya ini jelas terlihat pada waktu acara di gelar. Pasangan pengantin laki-laki dan perempuan dalam melakukan proses kawin lari "merarik" sudah diketahui oleh masyarakat pihak laki-laki setempat pada saat yang bersamaan masyarakat melakukan upacara penyambutan untuk mempelai wanita dan laki-laki dengan cara makan-makan besar. Seluruh masyarakat datang berbondong-bondong untuk menyaksikan kedatangan pengantin.
Proses kawin lari "Merarik" dalam persepsi gender dapat meninggikan dan menurunkan derajat perempuan. Kawin lari "Merarik" merupakan tradisi masyarakat Suku Sasak sebagai wujud tingginya posisi peran perempuan dalam masyarakat.Â
Dalam proses kawin lari "Merarik" jika pengantin laki-laki meminta izin terlebih dahulu, maka diyakini oleh masyarakat Suku Sasak merupakan bentuk pelecehan terhadap perempuan. Karena yang bisa diminta itu barang atau benda sedangkan perempuan harus didapatkan dengan perjuangan yang luar biasa bahkan tak sedikit yang menumpahkan darah mereka untuk seorang perempuan.Â
Dari sanalah pengantin laki-laki di uji dan dilihat kesungguhannya untuk mendapatkan perempuan pujaan hati mereka karena seorang perempuan memiliki derajat yang tinggi di kalangan masyarakat.Â