Mohon tunggu...
Rungla Angsana
Rungla Angsana Mohon Tunggu... -

shunya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Semiotika Birahi

10 Juni 2011   23:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:38 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku adalah manusia bernafsu. Birahi jalangku keluar saat hawa panas menimpaku. Jiwaku penuh api birahi. Otakku memanas. Nafasku terengah hebat. Desahku merah. Tatapanku hitam jernih.

Ya.. Rasanya, siapapun ingin ku terkam kuat-kuat. Aku ingin menyetubuhi kamu, dia, dan mereka.

Kalian, yang kirimkan aku sekumpulan ulat bulu untuk mengikis tubuhku.

Kalian, yang menghadirkan laba-laba berpunggung merah untuk melumpuhkan tulangku.

Kalian, yang memanggilkan polisi untuk menjebloskanku ke dalam penjara hina.

Puasku, jika sperma dan ovum itu berteriak muntah, menjadi sampah. Busuk, dibuang, jadi lemah.

Sudah tak ada lagi kekuatan, bukan? Haha! Lihatlah, belatung-belatung keluar dari dalam tanah. Menjulurkan lidahnya sambil menatap panas. Tergodakan kalian? Sepertinya belatung-belatung itu tergoda pada penampakan kalian yang mahadaya indahnya. Kalian siap dikebiri? Kurasa, gerombolan belatung itu siap mengebiri.

Lalu, kapan aku orgasme? Aku akan sampai di puncak orgasme, ketika sampah itu menjadi tulang belulang yang rapuh. Yang tak mungkin bisa kuukir kembali. Tapi tenanglah, kawan! Tulang-tulangmu akan kusimpan di gudang rahasiaku. Akan kuukir nama-namamu. Menjadi saksi birahiku yang terpuaskan. Terimakasih atas pengorbananmu, kawan! Merelakan tubuh dan nyawamu, untuk "birahi"ku.

Selamat mati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun