Mohon tunggu...
Bian Pamungkas
Bian Pamungkas Mohon Tunggu... Dosen - Bqpzm

Emancipate yourself from mental slavery (Bob Marley)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesedihan Bahasa Ibu

3 November 2017   18:08 Diperbarui: 3 November 2017   18:31 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dasar Kids Zaman Now. Siapapun orangnya jika ia pengguna medsos pasti sudah tidak asing lagi dengan kalimat tersebut, mungkin dengan adanya standar untuk bisa berbahasa inggris yang baik dan benar tidak lagi berada pada penempatan yang sepatutnya. Dua bahasa yang di adu tersebut jika kita coba sama-sama renungkan merupakan kehendak masyarakat Indonesia yang ingin menjadi global sekaligus lokal. Pertanyaannya apakah dengan praktik pencampuran bahasa ibu dan bahasa asing itu menjadi sesuatu yang baik ? 

Siapapun punya pandangan tersendiri mengenai hal tersebut, akan tetapi mari kita sama-sama menarik benang merah tentang jati diri masyarakat Indonesia yang umumnya ambivalen disebabkan kegilaan kita terhadap budaya luar dan sekaligus tidak ingin melupakan isi mengenai Indonesia itu sendiri.

jika kita analogikan ibu kita yang sudah cantik dengan riasan seadanya serta dibalut dengan nilai-nilai kesopanan yang selalu terpatri di dalam jati diri bangsa Indonesia, apakah tepat kita paksakan ibu kita menjadi  ratu pop madona yang mendunia ? Siapapun tahu bahwa perubahan tidak akan bisa terelakkan dalam menempuh hidup di dunia yang fana ini kecuali jika anda orang matter yang percaya hidup ini yang nyata. 

Berangkat dari analogi tersebut, madona bisa mendunia karena dia konsisten dengan budaya yang dia peroleh dengan terlahir menjadi barat, lantas ada apa dengan kita yang terkena godaan kecil berupa bahasa, secara logika kita tidak akan menjadi siapa-siapa dipentas dunia jika kita terus saja berada di posisi yang ambivalen ini. Penekanan terhadap tulisan ini sekali lagi hanya ingin membuka kesadaran kita bersama untuk menempatkan segala sesuatu itu pada tempatnya. sampai kapankah kita terus diperkosa ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun