viral yang terjadi di salah satu  SD negeri di Buton memang kita sesalkan. Seorang guru memberi hukuman kepada belasan muridnya dengan cara memakan sampah. Hal yang tidak patut dilakukan oleh seorang guru. Sebenarnya kejadian ini sudah diselesaikan dengan cara mediasi. Namun salah satu orang tua murid memviralkan dan melapor ke polisi.
KejadianSebagai seorang pendidik, terus terang saya tidak ingin  "ikut-ikutan" menghakimi guru tersebut. Kenapa? Sebab tak mungkin ada asap bila tak ada api. Saya yakin guru tersebut tidak berniat melakukan hal yang nyata-nyata akan merugikan dirinya. Dan benar dugaan saya. Dari berita yang saya tonton, ternyata kronologinya cukup jelas. Kekesalan guru tersebut memuncak karena siswa sangat  gaduh di kelas, dan sudah diingatkan berulang kali. Sementara sang guru berjibaku mengajar di kelas sebelahnya.
Menjadi pelajaran bagi kita semua. Jangan hanya menyalahkan guru saja. Orang tua juga harus berkaca, bagaimana cara mendidik anak di rumah. Pernahkah orang tua berkata: "Nak, kalau guru belum masuk, jangan ribut ya. Kasihan kelas sebelah terganggu". Atau: "Nak, perhatikan saat Bapak atau Ibu gurumu mengajar, hargai suaranya yang nyaris habis saat berbicara". Atau jangan-jangan orang tua hanya menyerahkan urusan belajar kepada guru tanpa memberikan pesan baik kepada anaknya saat berangkat sekolah ? Hanya Tuhanlah yang tahu.
Melalui tulisan ini, sekali lagi saya tekankan. Tindakan guru di Buton tersebut memang salah. Tetapi jika ingin berita ini sedikit berimbang, seharusnya suara gaduh dan berisiknya anak-anak SD tersebut harus diviralkan juga. Apalagi selama dua tahun pandemi, kami guru "merasa buta" karena tidak mengenal karakter asli dari peserta didik. Bagaimana bisa mengenal, wong bertatap muka saja tidak?Â
Mari sikapi dengan bijak, salah  memang salah. Tapi cobalah sekali-kali memposisikan diri sebagai seorang guru. Rasakan betapa "nikmatnya" saat suara nyaris habis karena menjelaskan materi, sementara kelas di sebelah ributnya minta ampun. Pengen menjewer atau memukul betisnya pakai bambu seperti saat saya masih SD tahun 1980-an, pasti dipolisikan juga. Serba salah ya jadi guru zaman now apalagi di SD negeri pula. Duh.
Medan, 28 Januari 2022 (22.00)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H