Sudah satu bulan ini hati saya galau. Galau bukan karena suami bermain mata dengan wanita lain. Tapi galau karena sebagai manajer keuangan di rumah tangga, saya merasa kesulitan dalam mengatur cash flow. Penyebabnya apa? Tak lain tak bukan karena harga cabai dan minyak goreng yang melambung tinggi.Â
Seperti biasa, rutinitas pagi saya mulai dengan mencuci kain dan memasak. Setelah selesai mencuci kain, saya pun berangkat dengan semangat '45 ke warung dekat rumah. Jaraknya hanya beberapa puluh meter. Berbekal uang pecahan Rp.50.000. Semangat '45 karena harus cepat-cepat agar tidak terlambat ke gereja. Setelah memilih ikan segar, bayam, minyak goreng, saya pun memasukkan cabai dan bawang ke dalam kantong belanja.
Tibalah saatnya membayar. Jujur, kemarin saja saya sudah ngedumel saat mengetahui harga cabai Rp.80.000/kg yang notabene harganya naik setiap hari. Tapi alangkah terkejutnya, saat menimbang cabai yang baru saja saya pilih. Hanya beberapa buah, tertera angka Rp.10.000 untuk 1 ons cabai. Saya mencoba mengucek mata. Ini mimpi atau apa? "Nggak salah Kak?" tanya saya pada pemilik warung dengan nada sedikit panik. "Nggak Bu, 1 kilo memang Rp.100.000,"kata pemilik warung.
Sebenarnya saya ingin menjerit di warung itu. Tapi saya takut dikira gila. Lidah saya yang keturunan Batak rasanya tak sanggup menerima kenyataan. Kenyataan jika harus memasak tanpa cabai. Jiwa pun menjerit meronta-ronta. Akhirnya saya meminta cabai dikurangi, cukup 1/2 ons. Uang Rp.50.000 tak cukup untuk membayar belanjaan yang masih tergolong sederhana ini.
Sesampainya di rumah, saya duduk sebentar. Menenangkan diri karena sudah capek mengeluh dan mengomel dalam hati. Ah saya yang seorang pegawai dengan penghasilan tetap saja, mengeluh. Bagaimana dengan saudara- saudara saya di luar sana? Kaum marjinal yang terpinggirkan? Boro-boro punya uang untuk membeli cabai dan minyak goreng yang harganya tak terkendali. Bagaimana cara mendapatkan uang buat besok pun mereka harus pusing seratus keliling. Bukan lagi tujuh keliling.
Saya harus bersyukur masih bisa makan dengan menu empat sehat lima sempurna. Tapi izinkan saya untuk mengeluh juga. Kalau saya tak boleh mengeluh atas apa yang terjadi pada pagi ini. Maka keluhan saya, anggap saja mewakili kaum emak-emak. Emak-emak yang berjuang untuk menyenangkan lidah suami dan anggota keluarga. "Pak Jokowi, banyak orang pintar di sekeliling Bapak. Apa antisipasi dan solusi untuk mengendalikan harga minyak goreng dan cabai ini?" tanya saya dalam hati. Semoga setelah pulang dari gereja, harga cabai dan minyak goreng mendadak turun. Hahaha. Jadi teringat dengan lagu Oppie Andaresta, andai aaa aku jadi orang kaya. Berandai-andai adalah salah satu cara untuk menghibur diri.
Kota Industri, 19 Desember 2021 (05.20 WIB )
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI