Mohon tunggu...
Rumondang  Damanik
Rumondang Damanik Mohon Tunggu... Trainer -

I'm an anthusiastic and energic woman, Eager to learn, Sosialable and fun in doing jobs

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mama Marah

20 Oktober 2016   19:54 Diperbarui: 20 Oktober 2016   20:12 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi pagi mama sudah ngomel karena tanganku yang terlalu lambat mengenakan kaos kaki, sementara aku menikmati khayalanku tentang kejadian lucu dan menyenangkan di sekolah. Mulai dari urusan mandi, sudah gosok gigi apa belum,periksa gigi dengan membuka mulutku lebar lebar agar kelihatan giginya bersih sampai masalah bekal yang akan aku bawa ke sekolah yg sudah disiapkan si mba.

Tiba tiba aku dengar suara teriakan yang menggema dari arah dapur, pasti ada lagi nih kesalahan yang ditemukan. Benar saja mama memanggilku sekencang kencangnya dengan suara parau yang dipaksakan akibat infeksi tenggorokan yang dideritanya minggu ini. "Emonnnnn....apa ini yang di frezer?" sambil menenteng sekantong plastik kecil minuman es kopi yang kubeli kemarin di warung enci dekat rumah.

Kali ini marahnya ngga seperti biasanya yang marah ngga jelas penyebabnya. Ngga ada angin ngga ada hujan, mama bisa marah tiba tiba tanpa sebab, tapi marahnya hanya ngomel sambil nyubit dan jewer pipiku yang tembem. Marahnya sudah sampai pakai acara menangis dengan teriakan yang tidak jelas terdengar karena selain suaranya parau isakan tangisnya yang makin kencang dan kata kata yang keluar sudah tak beraturan lagi.

Mama teriak lagi histeris dan kulihat air mata itu bukan air mata palsu, isakan itu bukan isakan yang dibuat buat seperti biasanya kalau sedang marah agar aku simpatik mama sering akting. Walau sudah berkali kali dimarahin karena aku malas belajar dan main game seharian atau jajan es yang menyebabkan sinusitisku kambuh, tetap saja aku ngga jera. Bahkan kelakuan mama yang suka marah marah sudah jadi menu makanan sehari hari lengkap dengan paketnya.

Tapi pagi ini aku menyaksikan pemandangan dan drama yang membuat pilu hatiku. Mama menangis sejadi jadinya sambil mengupas apel buat dijus. Kulihat tangan mama lemah tak berdaya mengupas apel karena air mata itu benar benar menetes dari sumbernya. Aku merasa bersalah dan kasihan melihat wajah mama yang menyedihkan serta tubuhnya yg lunglai tak berdaya. Aku ingin memeluk dan meminta maaf, tapi aku enggan melakukannya. Hingga akhirnya mama bilang dengan suara pelan:"terserah abang mau ngapain aja silahkan, mau sinusitisnya ngga sembuh silahkan jajan es tiap hari, mau ngga lulus silahkan main terus, mau jadi gembel di kolong jembatan atau mau jadi pengamen di jalanan, mau ngga sekolah lagi, silahkan" 

Kemarahan mama pagi ini cukup beralasan dan masuk akal sebab setiap pagi aku selalu bersin bersin dan ingusan. Mama selalu bilang jangan minum air dingin atau jajan es nanti sinusitisnya kambuh dan susah sembuh. Tapi aku sering melanggar perintah mama, kadang omelan mama itu ada benarnya, hanya saja kupingku sering sakit kalau mama ngomelnya terlalu panjang. Es kopi yang ditemukan mama di frezer hasil sisa ongkos naik angkot yang dikasi mama. Aku lupa menghabiskannya keburu mama pulang dari kerja.

Entah kenapa pula mama buka kulkas pagi ini, mungkin mama periksa persedian lauk dan sayuran masih cukup apa ngga. Tumben juga mama bikin jus sendiri, biasanya juga si mba yang bikinin. Karena tiap pagi dari kamar mandi aku dengar" Bel...tolong bikin jus buat ibu seperti biasa" Aku bilang sama mba"mba sih ngga buatin jus buat mama, makanya mama buka kulkas" Eh si mba malah nyolot dan bikin aku kesal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun