Mohon tunggu...
Embie Cnoer
Embie Cnoer Mohon Tunggu... -

Anggota Lab Taeter Kecil Arifin C Noer

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Artikel Utama

Perang

6 April 2015   11:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:29 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

( dongeng awal april )

PERANG

Perang memang seperti parang, tak ada sama sekali kasih sayang di sekujur tepinya, baik di sepanjang tepinya yang tumpul apalagi tepinya yang tajam dan runcing. Karenanya jangan jadikan kecengengan sebagai ukuran untuk menilai peperangan, karena bisa membuat perang kehilangan esensinya; menyatunya tawa tangis dan darah. Momentum saat bahasa lumpuh. Saat kata kembali menjadi garis dan titik sesekali koma dan hujan tanda seru.

Perang purba beda dengan jaman tengah, jaman baru dan jaman mutakhir. Sekalipun demikian jangan berfikir ada kesejajaran yang lumrah antara perang purba dengan kepurbaannya dan perang mutakhir dengan kemutakhirannya. Perkembangan kemajuan perang adalah upaya meraih cara untuk membuat penderitaan, siksa dan kematian lebih fun dan festive.

Perang sejak awal sejarah kemunculannya sudah dengan tegas menyatakan cuma ada dua pilihan; hidup atau mati. Tak ada setengah hidup atau setengah mati. Dalam segala perang, sejak perang purba sampai perang pungkasan nanti, moral dasarnya sama. Kalau ada yang tidak sama adalah variable para aktornya. Ada jagoan, ada penjahat, ada penghianat, ada pengecut, ada penghasut, ada pemakan bangkai, ada penjual diri, dsb.

Dalam perang, sosiologi menjadi meta ekologi; seperti siaran televisi di mana tak ada jarak pemisah yang berarti antara berita kematian yang mengharu-biru dengan iklan sabun colek dan bursa jual-beli kekuasaan.

Saat perang, tuhan hadir seperti dalam bentuk pipih pada seluruh dimensi yang ada dengan kondisi sangat sulit sangat cepat, bahkan kecepatannya melebihi milyaran kali kecepatan lompatan sebutir elektron.

Perang seperti letusan gunung berapi atau serbuan ganas gelombang laut ke daratan atau gempa bumi. Ia akan melumat siapa saja yang melawan. Keselamatan adalah nasib baik dan kecepatan setiap orang untuk lari dari satu nasib ke nasib lainnya.

Perkembangan perang saat ini sudah sampai di meja makan, ruang tamu, kamar tidur bahkan di tas sekolah anak-anak kita. Perang kini telah berhasil menggandakan dirinya sekaligus secara otomatis mampu memodifikasi diri untuk menambah daya ledak penderitaannya menjadi super canggih sehingga penderitaa sulit dibedakan dengan suatu kebahagiaan sebuah pesta ulang tahun.

Perangai perang tak pernah selesai sampai manusia selesai.

Semoga selamat sampai tujuan.

ecn@2015.

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun