( dongeng malam jum'at )
Saat kecil aku tinggal di kampung halamanku di kota Cirebon. Nama kampungku Kenduruan, kampung tempat tinggal para pedagang kambing. Semua pedagang kambing adalah bersaudara. Kakek termasuk pedagang kambing dan juga tokoh yang dihormati. Kampungku sepanjang tahun penuh dengan berbagai kegiatan perayaan dan peringatan serta upacara keagamaan. Peringatan yang paling besar adalah maulid. Acaranya sangat ramai dengan hidangan Nasi Samin lengkap dengan berbagai masakan pelengkap yang semuanya serba kambing. Sungguh sangat ramai dan lezat.
Kampung kami terletak kira-kira limaratus meter dari gerbang pelabuhan pos II. Sebuah musholla di kampung kami adalah bangunan sederhana menjadi pusat seluruh kegiatan warga Kenduruan, khususnya keluarga kami para pedagang kambing.
Irak.
Seluruh jamaah sholat Maghrib tidak pulang tetapi langsung membuat formasi melingkar. Di pimpin oleh imam masjid kami yang juga saudara, Haji Abbas, jamaah membaca bergiliran seluruh kitab. Sementara asap ukup dari kayu gaharu memenuhi ruangan. Suasana syahdu sekali sekali. Apalagi hampir seluruh jamaah membacakan dengan lagu dan irama yang indah, tak berlebihan tapi penuh penghayatan.
Saya dan kawan-kawan yang masih anak-anak - kalau beruntung - bisa duduk di lingkaran ke dua kalau tidak ya di lingkaran ke tiga. Tak jadi soal, karena di lingkaran ke tiga juga sama nyamannya. Pembacaan akan selesai menjelang masuk sholat Isya.
Sehabis sholat Isya seluruh jamaah akan mendapat sajian hidangan minuman kopi atau teh dengan sepiring kecil berisi aneka kueh; ada cemplung, buras, pisang rebus, atau kamir. Saat pulangnya, semua jama'ah akan mendapat satu pincuk nasi kuning istimewa.
Adanya nasi kuning malam jum'at dan kesempatan kita-kita bisa sebah ( bersalaman ) mencium tangan Haji Abbas yang harum membuat kita-kita semakin betah tetap tekun mengikuti pembacaan kitab yang merdu sampai selesai. Pembacaan kitab Ad-Diba'i di malam jum'at yang indah itu tiba-tiba berangsur surut, ketika Haji Abbas berangkat ke Tanah Suci Mekah dan mukim di sana - tak lagi kembali. Haji Abbas sampai akhir hayatnya tinggal di Makkah.
Di malam jum'at saat ini, tiba-tiba aku teringat nasi kuning istimewa yang dibagikan pada setiap akhir pembacaan kitab Ad-Diba'i itu. Nasi kuning dibungkus daun pisang dengan lauk dadar telor yang dirajang tipis-tipis dan sambal rajangan cabai merah serta goreng bawang. Juga aku rindu pembacaan kolektif yang guyub dan syahdu itu. Juga cara Haji Abbas memimpin pembacaan. Serta asap harum kayu gaharu.
Allahumma sholli wasallim wabaarik 'alaih...
Alfatihan.