Di sekitar tahun duaribu sepuluh, ibunya Mas Sobirin memutuskan untuk kembali pulang kekampung halamannya di Jawa. Umur sudah tua, sudah lelah bekerja, sebab membanting tulang sejak masih muda belia ia lakukan, saatnya kini untuk berhenti dan istirahat. Di jawa masih ada saudara, dan tanah juga ia masih punya, lalu dibuatlah rumah kecil sederhana sebagai tempat tinggalnya. Sementara itu Mas Sobirin maih menetap di Jambi sana, Bersama anak cucunya, tapi istrinya memang sudah tiada.
Seiring berjalannya waktu, ibunya semakin renta. Kini mengurus dirinya sendiri sudah hampir tak bisa. Maka Mas Birin pun pulang ke Jawa. Memulai hidup baru lagi disini,memberikan payung perlindungan ibunya dihari tua. Dulu waktu muda ia memburu ibunya sampai ke Sumatra, untuk bekerja dan berkeluarga.. Dan kini di hari tua. dia kejar pula ibunya balik ke Jawa. Demi agar bisa merawat sang ibu, dia rela korbankan dirinya. Beberapa tahun setelah ibunya meninggal, ia pun menyusul pulang kealam baka.
Pulang Selayang Pandang
Nenek Ras, dulu rumahnya bersebelahan dengan rumah nenekku. Bahkan suaminya nenek Ras, kakak adik dengan suami nenekku. Jadi aku mengenal dengan dekat nenek Ras ini.Â
Cuma, dia katanya punya seorng anak semata wayang anak laki-laki yang pergi belum pernah kembali hingga saat ini. Ia berdomisili di kota lain yang tidak begitu jauh banget sebenarnyaa, karena masih satu propinsi. Aku maih terlalu kecil, mungkin baru lahir, Â untuk tahu anaknya nenek Ras ini saat masih tinggal disini dan ketika kemudian pergi. Selain itu rumah kami juga tidak berdekatan .
Perlu diketahui terlebih dulu,bahwa anaknya nenek Ras, namanya Rasiman, pergi bukan karena masalah internal keluarga. Artinya ia pergi secara baik-baik, sebagaimana layaknya orang merantau, bisa karena untuk mencari penghidupan yang lebih baik atau untuk mencari ilmu. Sementara itu nenek Ras, hidup didesa bersama keluarga ponakannya yang ikut menempati rumahnya. Nenek Ras ini dikampung tergolong berada, rumahnya besar dan sawah serta pekarangannya juga lumayan luas,
Sementar itu, anaknya di kota sana, juga sudah berkeluarga pula. Walaupun tidak pernah pulang sejak kepergiannya, tapi hubungan sesungguhnya tidak putus. Kadang-kadang, anaknya Mas Ras atau cucunya Nenek Ras ini, berkunjung juga ke rumah neneknya. Saya pernah berjumpa sekali dua kali sekilas saja waktu kebetulan saya main kerumah nenek, dia juga pas berkunjung kesitu. Jadi mereka tetap berhubungan baik, karena tidak ada masalah inernal kekeluargaan, melainkan masalah eksternal yang berkaitan dengan masalah politis.
Kehidupan nenek Ras dengan keponakannyabaik-baik saja, sampai datang suatu waktu, keponakannya itu meninggal dunia. Cucu-cucu keponakan nya itu juga merantau atau ikut suaminya membangun keluarga baru. Tinggal satu si bungsu anak laki-laki. Sudah barang tentu nenek Ras tidak bisa bersandar banyak padanya. Akhirnya nenek Ras " menumpang " pada saudara jauh untuk tinggal bersama agar ada teman sama-sama orang tua. Secara finansial, nenek Ras ini berkecukupan.
Ketika mendengar orang tuanya seakan terlunta nasibnya, Mas Ras yang berpuluh tahun tak mau pulang, kini dirinya rela pulang untuk mengambil ibunya. Walau hanya pulang  selayang pandang, lalu pergi lagi kembali menghilang. Ia sebenarnya bisa saja menyuruh anaknya untuk mengambilnya mialnya, tapi tidak ! Ia tuntun sendiri ibunya berjalan, ia gamit sendiri lengan ibunya melangkah jalan bersama untuk menempatkan ibunya di " Panti Bakti " dalam kehidupannya.
Hampir tak terbayangkan
Coba kau bayangkan, bila tiba-tiba ada orang pulang mengaku sebagai bapaknya ? Padahal selama ini, tidak pernah ada komunikasi sama sekali. Pendek kata terbayang selintas kilas pun tidak, sosok yang bernama ayah itu ada dan ajaib masih hidup. Sebab waktu itu dirinya masih bayi merah, saat ayahnya pergi. Mata bayinya belum bisa melihat seperti apa wajah ayahnya ?