teman itu boleh kita memilih tapi memilki tetangga itu sudah nasib
sebagai seorang dosen dikota kecil dengan pendapatan yang hanya bilang sebatas cukup kadang kurang tentunya selalu menghitung dengan cermat kebutuhan hidup minimal bisa bertahan sebulan itu sudah cukup alhamdulillah, termasuk salah salah satunya tempat tinggal sengaja memilih jauh dari kota atau keramaian karena buget yang terbatas sehingga membeli tahah dan membangunnya dengan cara bertahap membangunnya menyesuaikan anggaran yang dmiliki dan yang membuat saya senang biasanya kalau dikampung orangnya bersahaja sehingga akan banyak tetangga yang seperti saudara tidak seperti dikota yang indipidual. dua tahun berlalu dan rumah itupun sudah jadi sehingga kami tempati pada awalnya kehidupan kami biasa saja nornal tidak ada masalah dengan masyarakat setempat dan kami merasa betah tinggal dirumah baru kami.
sampai masalah muncul, karena tiap hari pulang malam sehingga jarang bersosialisasi kalaupun hari libur kadang keluarga minta keluar rumah tetapi pandangan masyarakat menjadi jelek dianggapnya tidak pernah sholat jumat dan sombong tidak mau kenal dengan orang miskin dan orang bodoh seperti kita kata kata itu membuat saya shok dan kaget padahal saya merasa tidak ada bedanya antara saya dan tetangga sekitar, kemudian beberapa tetangga datang kerumah dengan alasan pinjem uang untuk makan hari ini, uang jajan anak sampai onkos suami pergi kerja karena merasa kasian kalau kebetulan ada kamipun memberikannya tapi betapa kaget saat saya menanggih justru mereka marah dengan mudah berkata hutang segitu saja ditagih.... bikin saya geleng geleng kepala.
tak cukup disitu tidak hanya uang kadang meminjam beras dengan alasan belum makan tidak ada beras dengan senang hati kami tidak meminjamkannya tetapi memberinya, tapi yang anehnya setiap dua hari datang dengan alasan meminjam beras saat kami tidak memberinya karena memang tidak ada kalaupun ada hanya cukup buat makan hari ni mereka marah dan bilang "nasib susahnya orang miskin pinjem beras saja tidak bisa dipercaya mungkin takut tidak bisa bayar" kadang istri nangis mendengar kata-kata seperti itu padahal bukan tidak mau menolong tetapi kalau tidak ada bagaimana lagi. sempat ribut adu pendapat tiba-tiba tetangga sakit narasi yang dibangung keluarga kami menyantetnya hanya menghela napas panjang saja padahal percaya santet saja tidak... sambil berkata ya Allah saya lelah...
sempat juga menjadi ketua panitia pembagian baksos dari donatur dan saya ditunjuk menjadi ketua pelaksana untuk data base kita berkerja sama dengan keluarhan khususnya RT/RW setempat siapa saja yang berhak mendapatkan baksos, saat pembagian ribut karena meresa tidak adil dan dicurangi karena ada beberapa keluarga yang tidak dapat padahal database itu bukan saya yang buat tetapi dari pemerintahan setempat bahkan sempat dituduh menggelapkan bantuan karena ada yang tidak dapat membuat saya sakit hati. padahal kalau boleh jujur baksos itu saya yang menginisiasi kepada sponsor karena didaerah kami tinggal banyak yang mebutuhkannya.
masalah silih berganti dan kadang menjadi lelah menghadapi tetangga seperti itu, mereka selalu merasa di dzolimi pada saat mereka tidak dibantu apabila meminta bantuan. mereka selalu merasa tersakiti karena mereka miskin padahal kalau dilihat sama saja sayapun orang miskin pinjam kesana kemari demi keluarga, kerja banting tulang siang malam demi keluarga kalau sudah kaya mungkin saya tidak akan seperti ini, yang membedakannya hanya usahanya saja sisanya sama.
karena merasa tidak nayaman sempat kepikiran untuk menjual rumah dan membelikannya ditempat lain, tetapi setelah dipertimbangkan matang-mata kami tetap bertahan kehidupan kami adalah milik kami bukan milik tetangga apapun yang dikatakan tetangga kami tidak akan memperdulikannya kami sudah lelah dengan segala kebaikan/pengorbanan yang telah dilakukan tetapi hanya berbuah dibicarakab, dimarahi bahkan sapai di fitnah. setiap tetangga yang datang pinjam uang atau beras kami selalu bilang tidak ada karena kalaupun dikasih sampai saat ni belum pernah ada yang membayarkan. kalaupun kami ada kelebihan beras kami kirim langsung ke orang yang memang membutuhkannya dan setelah kami lakukan selama kurang lebih dua bulan terasa hidup sudah lebih tenang dan beberapa mereka mulai menghargai dan beberapa mulai medekat dengan alasan membayar hutang tapi tujuan akhirnya pada saat mereka terdesak kami mau menolongnya.
dari berbagai kejadian, masalah yang dihadapi saya memperoleh banyak ilmu yang mungkin tidak akan didapat dari dunia kampus, dunia buku ataulagi dunia dalam berita. yang pertama pada saat kita tinggal ditempat baru bersosialisasilah seperlunya hanya sebatas kenal saja itu sudah cukup, saat ada acara sosial ke agamaan jangan memberikan sumbangan lebih besar dari tetangga yang menyumbang biasa paling besar karna akan dianggap ancaman atau pesaing, ketigga kalau membantu cukup sekali saja, yang kedua jangan karena kalau kita kasih kedua maka akan meminya bantuan yang ketiga dan keempat dan pada saat bantuan ke empat tidak didapatkannya maka kesedihan yang mereka rasakan diakibatkan oleh kita narasi atau satir yang dibangun, empat, jangan bapperan berusaha kuat dan sabar jangan dimasukan hati dan yang terakhir jangan menceritakan segalanya tetang jati diri kita secukupnya saja toh mereka bukan dari badan pusat statistik.
tidak ada maksud sarkasme, satir ataupun dikotomi atau marjinalisasi kepada tetangga saja ini hanya cerita pengalaman tinggal ditempat yang baru yang penuh dengan cerita seru.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H