Mohon tunggu...
Rumingkang Tumarima
Rumingkang Tumarima Mohon Tunggu... Dosen - KOPI PAHITPUN SELALU MENEMUKAN PENIKMATNYA

JUST DO IT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penantian yang Pasti Berakhir

7 Januari 2022   10:15 Diperbarui: 7 Januari 2022   10:17 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai manusia biasa pasti kita memiliki cita-cita, harapan yang tinggi dengan diberikan segala keinginan yang kita harapkan agar kehidupan kita bisa sukses, bahagia dan sejahtera buat masa depan keluarga, anak anak kita bahkan anak cucu kita di masa yang akan datang. kadang kita berharap bahwa anak-anak kita harus lebih baik dari kita dan jangan merasakan kesedihan, kesusahan seperti yang kita pernah rasakan. kita selalu berusaha yang terbaik dengan berusaha dengan sekuat tenaga agar semua yang kita harapkan bisa terwujud sehingga kadang kita merasa takut dengan hari esok atau masa depan. tetapi bukankan masa depan itu milik Tuhan? kenapa kita merasa takut, was-was cemas dengan segala sesuatu yang belum terjadi?

sebagai semua suami yang sekaligus tulang punggung keluarga akan berusaha yang terbaik dengan keluarganya berangkat pagi buta, pulangpun malam bahkan lembur untuk menambah pundi-pundi ekonomi keluarga, banyak pula para suami / istri yang mencari pekerjaan tambahan diluar pekerjaan dengan harapan kehidupan ekonominya menjadi lebih baik sampai kita lupa meluangkan waktu untuk keluarga kita, istri dan anak-anak kita dengan alasan kesibukan mencari nafkah dan tugas istrilah yang mengurus anak sehingga mendeferensiasi tugas dan tanggung jawab suami mencari nafkah dan istri membesarkan anak. tetapi benarkah harus seperti itu?

sebagai seorang suami memiliki kewajiban memenuhi sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan bekeluarga kita rela membeli rumah dengan kredit sampai 20 tahun, kredit kendaraan sampai 5 tahun, menabung dalam asuransi pendidikan anak, tetapi jangan lupa ada hal yang lebih penting yaitu membimbing istri dan anak kita kejalan yang benar sesuai dengan keyakinan kita masing-masing, saat istri dan anak kita keluar dari jalur yang benar jangan menyalahkan yang tidak ada suamilah yang bertanggungjawab karena mereka adalah imam dalam keluarga.

usia kita takan bertambah tetapi setiap hari usia kita semakin berkurang, badan kita akan semakin lemah, kesehatan kita akan semakin terganggu sering menuanya kita karena kenikmatan yang kita dapatkan sedikit-demi sedikit telah diambil kembali oleh Allah yang maha kuasa dan kita harus menyadari ini, sehingga dalam urusan masa depan kita tak perlu menakutinya karena kita hanya wajib berusaha Tuhanlah yang menentukannya. pendidikan formal dan pendidikan agama serta ahlak, budi pekerti adalah investasi yang harus kita tanamkan ke anak-anak kita karena dengan pendidikan akan selalu melekat dimana ilmu takkan habis, takkan berkurang yang ada adalah bertambah. pendidikan yang tinggi memang tidak menjamin kesuksesan seseorang tetapi minimal kita sebagai orang tua memberikan bekal yang cukup agar bisa bertahan hidup dimasa yang akan datang yang penuh persaingan.

saat kita meninggal harta yang kita kumpulkan selama puluhan tahun tidak menjamin anak-anak kita bahagia atau sukses bahkan kebalikannya yang membikin ironi setelah orang tua meninggal hartanya habis di jual oleh anak-anaknya, yang lebih menyedihkan sesama keluarga saling bertengkar memperebutkan warisan bahkan sampai keranah perdata dan pidana hal ini menunjukan kita sebagai orang tua gagal mendidik anak-anak kita yang terlalu focus kepada pemenuhan materi sedangkan pendidikan dan ahlaq kila menomorduakannya. sehingga memberikan modal terhadap anak-anak kita yang terpenting adalah pendidikan baik formal, agama ataupun budi perketi sebagai modal utama agar anak anak kita bisa mendesign kehidupannya lebih baik yang bisa berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, bangsa dan negara.

demikian artikel ini semoga bermanfaat tidak ada maksud mengguruhi, apabila ada kebenaran itu murni dari Allah tetapi kalau ada kesalahan itu karena kebodohan penulis.

jika kamu merasakan lelahnya belajat... ingatlah begitu menyakitkan kebodohan dan kemiskinan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun