Mohon tunggu...
Marczumi Rumambay
Marczumi Rumambay Mohon Tunggu... -

Orang biasa yang ingin mempunyai andil yang luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Beragama Itu Bukan Kata Siapa

4 Januari 2012   16:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:20 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto beragama itu bukan kata siapa

Kamar itu dipenuhi dengan berbagai macam perabotan pribadi. Mulai dari lemari, TV, kasur, dan barang-barang lain yang biasa dimiliki oleh anak kost pada umumnya. Mungkin sudah hampir 2 atau 3 jam lebih saya mengobrol dengan teman baik saya di kamar itu. Berbicara tentang banyak hal, mengenang cerita seru dan lucu ketika kita duduk di bangku SMA. Tapi dari sekian banyak pembicaraan, ada satu cerita yang sedikit mengganjal saya. Dan cerita seperti itu bukan pertama kalinya saya dengar, tapi sudah beberapa kali cerita yang sama saya dengar. Semua cerita-cerita itu sangat mengganjal di hati saya. Karena memang cerita itu menyangkut agama saya yaitu Islam. Tergugahlah saya dari itu ingin sedikit memberikan pendapat saya tentang hal itu.

Beragama, jelaslah bahwa semua manusia pasti mempunyai agama. Bahkan menurut saya, orang-orang atheis pun yang mengaku tidak punya agama. Saya pikir itu hanya kelitan lidah mereka. Karena sebenarnya mereka itu tetap beragama, tapi yang mereka sembah adalah nafsu mereka. Sifat hedonisme mereka lah yang mereka sembah. Mereka hidup hanya mengikut keinginan dan nafsu mereka. Maka wajar jika saya berpendapat bahwa yang mereka sembah adalah nafsu mereka.

Semua agama itu pasti mempunyai kitab suci, atau pedoman yang mereka pegang teguh dalam menjalani hidup mereka. Kitab suci itulah yang mereka pegang dan mereka yakini kebenarnya. Dan saya menyakini bahwa Islam lah agama yang benar. Dan memiliki kitab suci paling otentik. Saya meyakini itu semua, bukan karena orang tua saya beragama Islam. Tapi kebenaran yang telah saya pelajari. Dan sudah menjadi kewajiban saya juga, jika saya meyakininya. Maka saya harus berpegang teguh pada pedoman Islam itu sendiri, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.

Kembali lagi ke cerita yang mengganjal hati saya tadi. Dicerita itu disebutkan bahwa ada seorang teman dari teman baik saya. Sebut saja si A, dia adalah seorang yang berkecukupan, bisa dikatakan dia memiliki semua yang dia butuhkan untuk hidup di dunia ini. Dan interaksi teman baik saya itu dengan dia, menyebabkan beberapa perdebatan. Si A pernah berkata kepada teman saya, bahwa “minum alkohol itu tidak haram, kalo minumnya tidak sampai mabuk. Kata ayahku gitu”. Sontak teman baik saya itu menyanggahnya, karena memang alkohol atau khamar itu haram. Seperti yang dikatakan dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermakstd hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu.” (QS.Al-Ma’idah:90-91). Tapi si A ini tetap ngotot karena dia selalu meyakini apa yang dikatakan bapaknya. Dan dia berkata bahwa bapaknya adalah orang yang taat beragama. Jadi pendapatnya pasti benar.

Tidak berhenti sampai disitu saja, si A juga mengeluarkan pendapat lain soal memelihara anjing, puasa, dan lain-lain. Setiap dia berpendapat, pasti dia selalu mengatakan “Kata ayahku gitu…”. Teman baik saya pun kesal dan tidak melanjutkan perdebatan itu.

Sebenarnya ada satu hal yang mengganjal di hati saya dan ingin saya garis bawahi. Mengapa si A ini selalu berkata “kata ayahku gitu..”. Dia selalu meyakini benar pendapat ayahnya. Bukankah kita beragama atau memeluk Islam ini bukan karena ayah kita. Tapi karena kita tahu bahwa Islam ini adalah agama yang benar. Dan Islam ini juga memiliki kita suci yang harus dipegang teguh. Pedoman yang harus diikuti dan dijalani selama hidup di dunia ini. Peratuan dan keyakinan yang selalu harus kita pegang dan yakini agar kita selamat dunia akhirat. Pedoman itu adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Jika kita berselisih pada suatu hal. Maka wajiblah bagi kita untuk mengembalikannya kepada Al-Quran dan As-sunnah. Bukan mengikut “Kata ayahku…”. Kita beragama ini bukan mengikuti orang tua, nenek moyang, atau tokoh apa pun. Yang kita jadikan pedoman hanyalah Al-Quran dan As-Sunnah. Dan nabi Muhammad SAW lah yang menjadi sauri tauladannya. ” Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-Nisa:59).

Tidak salah memang menuruti atau taat kepada orang tua. Tapi kita menaati mereka hanya ketika mereka memerintahkan dan mengajarkan kepada kebaikan. Tapi jika mereka mengajak kepada keburukan atau mengajarkan keburukan. Maka kita wajib melarangnya dan tidak mengikutinya. Dengan tetap bergaul dan menghormati mereka. Dan urusan hukum atau peraturan, tetap dikembalikan kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Hanya itulah yang akan menjadi pedoman dan jalan hidup kita selama di dunia. (MR)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun