Pada masa Rasulullah saw, Di Madinah Para sahabat biasa menghadiri majelis ilmu yang diselenggarakan dan diisi langsung oleh Rasulullah saw Setiap hari Kamis.
Di satu hari Kamis saat majelis sudah dibuka, Kaum Muslimin yang ingin mendapat siraman hidayah bersegera untuk menempati tempat terbaik. Dalam majelis itu, tidak dibeda-bedakan mana tempat untuk pejabat dan mana untuk rakyat. Barang siapa yang cepat, ia yang lebih dulu dapat tempat. Semua dalam keadaan haus akan tuntunan. Mereka ingin semua yang disampaikan Rasulullah bisa menjadi pengantar menuju keridhaan Allah dan surga-Nya.
Ketika majelis tengah berlangsung, tiba-tiba ada seseorang yang baru saja datang. Ia melihat ke sana kemari, mencari tempat di mana ia bisa menyelipkan dirinya. Namun, semua tempat terisi semua. Sampai dia menemukan satu tempat duduk, di mana di sampingnya ada seorang miskin dengan pakaian yang sudah rombeng dan pudar.
Orang yang baru datang itu terlihat ragu-ragu untuk duduk di situ. Memang, pakaian dia jauh berbeda dengan orang miskin itu. Dia memakai pakaian yang berbahan mahal. Potonganannya pun bukan potongan sembarangan. Ditambah lagi, wangi-wangian yang ia pakai melengkapi seluruh kemewahan penampilannya.
Namun, tidak ada pilihan lain. Ia ingin sekali mendengar uraian bimbingan Rasulullah. Dengan sangat terpaksa, ia pun duduk di samping si fakir. Sambil mendengarkan ceramah Rasulullah, berulang kali ia melipat-lipat pakaiannya supaya tidak menyentuh pakaian orang miskin disammpingnya. Karena hal itu berlangsung terus-menerus, akhirnya Rasulullah mengetahui dan menegurnya.
“Mengapa kau terus-menerus menarik kain bajumu? Apakah kau takut pakaianmu kotor terkena pakaian saudaramu yang fakir?”
Orang kaya itu tersentak dan menyadari perbuatan salahnya. Ia merasa menyesal telah khilaf. Tanpa terasa, ternyata perbuatannya sudah menunjukkan sikapnya yang merendahkan orang lain.
Kemudian ia berkata, “Ya Rasulullah, aku bertobat kepada Allah atas kesalahanku ini. Sebagai penebus dosaku, aku akan memberikan separuh hartaku kepada saudara yang di sampingku ini.” Demikian kata si kaya sambil menunjuk kepada si fakir yang duduk disampingnya itu.
Rasulullah bertanya kepada si fakir, “Apakah kamu bersedia menerima hibahnya, ya Abdallah?”
Si fakir menjawab dengan tegas. “Tidak. Aku tidak mau hartanya!”
Rasulullah memandang sejenak orang miskin itu, lalu bertanya, “Mengapa kau tidak mau menerima separuh hartanya?”.