[caption id="attachment_345379" align="alignleft" width="640" caption="Menanti waktu shalat tiba di sekitar Masjidil Haram (dok: Rumah Kayu)"][/caption]
Masih tentang haji non kuota dan para pejabat itu...
ADA kombinasi beberapa hal yang aku percayai, terkait dengan suratan dan usaha (manusia).
Bahwa apa yang dialami seseorang, memang sudah tersurat. Tapi hal tersebut juga akan terkait dengan upaya, ikhtiar dan doa yang dipanjatkannya.
Bahwa siapa yang akhirnya bisa pergi berhaji, juga merupakan hak prerogatif Yang Kuasa untuk memutuskan, aku percaya. Tapi aku juga percaya bahwa perlu ada upaya manusia untuk bisa membuat suratan itu terwujud.
Menabung, mendaftar, mengantri giliran hingga keberangkatan tiba, itu bagian dari upaya manusia. Ditambah dengan doa, agar Sang Maha Cinta berkenan mewujudkan apa yang diupayakan itu.
***
Ada falsafah lain yang juga aku percayai.
Yakni jangan pamer. Jangan mentang- mentang. Syukuri semua karunia yang diterima tapi upayakan agar tak membuat orang lain nelangsa, sedih, sakit hati sebab mungkin tidak memperoleh hal yang sama.
Selain itu, ada hal mendasar lagi yang aku pahami, bahwa memang jatah tiap manusia di muka bumi ini tidak sama. Dalam bentuk beragam, masing- masing mendapat porsinya sendiri- sendiri.
Maka.. monggo mawon, silahkan saja jika memang ada yang dapat rejeki bisa berangkat haji tanpa antri, misalnya, dengan melalui haji non kuota.