Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seusai Perselisihan: Debur Ombak yang Menyatukan Hati…

8 Januari 2012   03:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:11 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1325940084320706650

[caption id="attachment_154446" align="aligncenter" width="447" caption="Rainbow Beach. Foto: http://shackn.com"][/caption]

* bagian ke-6 dari serangkaian tulisan *

Senja yang hangat di dapur yang hangat. HES, beserta tiga orang anak sedang berada di dapur yang dipenuhi keharuman cup cake ketika terdengar dering bel di pintu pagar. Semua menoleh ke arah suara. Hes bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu depan. Salma dan Awis berlarian di mengikuti di belakangnya. Pradipta ragu- ragu apakah dia akan ikut bersama Salma dan Awis atau tidak. Akhirnya dia putuskan untuk menunggu saja di dapur. Jadi dia menanti di sana, sambil merancang kalimat untuk berpamitan pada Tante Hes. Dia mendengar suara pintu dibuka... lalu suara kaki menginjak kerikil di halaman, dan terdengar samar- samar olehnya suara Hes menyambut tamunya. Lalu suara langkah kaki dan suara- suara percakapan lagi, dan... Jantung Pradipta berdetak kencang. Itu... Dia berlari ke arah depan rumah dan terlonjak gembira. " Papa... Bunda! " serunya. Lalu tiba- tiba dia teringat sesuatu dan berlari kembali ke dalam rumah. Hes tertawa melihat tingkah Pradipta. Dia mempersilahkan Dee serta Kuti untuk duduk. Sementara itu, Pradipta telah muncul kembali di hadapan mereka, tampak agak kesulitan untuk memegang empat buah cup cake. Hes kembali tertawa, " Dipta, ayo kita ambil wadah untuk cup cake-nya, " kata Hes pada Pradipta. Hes berjalan masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Pradipta. Ketika mereka keluar kembali, cup cake itu telah rapi tersusun. Pradipta menghampiri Kuti dan Dee dan berkata, " Ini untuk papa satu, yang gambar bola, untuk Bunda yang gambar pohon, buat aku yang gambar kereta api, dan yang ini... " Pradipta menunjuk cup cake dengan gula- gula berbentuk hati berwarna merah, " Ini untuk teman- teman papa dan bunda yang sering datang ke rumah kayu... " Si kecil Pradipta lalu menambahkan, " Adik Nareswara dan Nareswari nanti aku bagi punyaku saja. Adik kan belum bisa makan banyak... " Dee dan Kuti tertawa. Mereka meminta Pradipta untuk berpamitan dan mengucapkan terimakasih pada Hes serta suaminya dan juga pada Salma dan Awis. Bertiga mereka melangkah pulang. Pradipta berjalan di tengah, digandeng oleh Dee dan Kuti. Wadah cup cake dipegang oleh Kuti. Dee dan Kuti mengajak Pradipta mengobrol tentang apa yang dilakukannya ketika berada di rumah Hes. Si kecil menceritakan tentang acara menghias kue dan gula- gula beraneka bentuk yang dimiliki Hes. Dan saat bercakap- cakap itulah, Kuti berkata pada si kecil, " Nanti, sampai rumah, mandi sebentar lalu kita pergi ya? Kita ke pantai, makan ikan bakar, mau? " Pradipta tercengang. Dia menatap sang ayah, lalu menoleh pada bundanya yang tak kalah tercengang. Kuti tentu saja mengerti mengapa ajakan yang sangat biasa tentang makan ikan bakar di pinggir pantai kali ini menjadi sesuatu yang tampaknya sangat mengejutkan bagi Dee dan Pradipta. Tapi dia memutuskan untuk bersikap seakan- akan dia tak melihat reaksi kekagetan mereka berdua, dan dengan nada ringan sambil tertawa kecil ditanyanya si kecil, " Mau kan? " Pradipta menoleh ke arah Dee. Sang bunda tersenyum dan mengangguk. Si kecil tertawa gembira. " Mau pa, mau... " jawabnya sambil mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Kuti...

***

Debur ombak menyapa bibir pantai. Percik air serupa kristal memercik ke udara. Dee, Kuti dan Pradipta menatap ombak yang berkejaran di depan mereka. Tampak beberapa perahu nelayan mulai bergerak melaju ke tengah laut. Sebagian yang lain masih berada di tepi pantai, mempersiapkan jaring- jaring serta perahu mereka. Pradipta memperhatikan dengan mata kanak- kanaknya perahu yang ada di pantai. Merekam dalam ingatannya bentuk serta warna perahu itu karena nanti dia ingin menggambar perahu itu di rumah. Dia sungguh gembira sore itu. Berada di pantai dengan adik- adiknya serta papa dan bunda yang tampaknya sudah berbaikan kembali. Di sampingnya, sang bunda, Dee, tersenyum melihat si kembar Nareswara dan Nareswari, masing- masing satu dalam gendongan dia dan Kuti terus bergerak senang sambil mengoceh dalam bahasa bayi. Dee membiarkan air membasahi kaki. Laut selalu membuatnya merasa gembira. Kekesalannya perlahan menguap pergi. Sementara itu, Kuti yang berada di dekat mereka berdua menatap ombak yang bergulung mendekat, melihat kepiting-kepiting kecil yang berlarian di atas pasir di tepi pantai, memperhatikan perahu nelayan yang bergerak menjauh... Dan... Angannya melayang... menembus waktu ke suatu masa yang  jauh... p.s: bagian ke-1 dari rangkaian tulisan ini dibuat oleh blogger tamu, hes hidayat. tulisan- tulisan berikutnya dalam serial ini dibuat oleh penghuni rumah kayu ( sukangeblog dan daunilalang ) (bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun