"APAKAH pendekar bisa nangis?" begitu bunyi SMS yang dikirimkan Dee, suatu hari dulu, beberapa saat setelah dia memposting Eps 24 cerita silat di padepokan rumahkayu, Hati yang Retak. Episode itu memang menggetarkan, dan mampu membuat siapapun yang punya perasaan halus untuk berkaca-kaca. Mungkin karena episodenya terkesan 'mellow' Dee menjadi ragu apakah yang semacam itu bisa dimasukkan dalam cerita silat (cersil).
Aku kemudian membalas SMS-nya dan bilang," Bagian yang paling disuka pembaca di cersil justru adegan cintanya. Terutama yang ada perpisahannya..."
Dee, sebagaimana pengakuannya, tak pernah membaca cersil. Satu- satunya saat ketika Dee pernah berniat membaca cersil adalah ketika kami sudah mulai menulis serial cersil Darah di Wiwatikta. Waktu itu, Dee berniat membaca Nagabhumi, yang lekat dengan nuansa sastra ( namun karena bukunya lebih tebal dari kitab suci manapun, sepertinya bahkan hingga kini Dee belum menamatkan kisahnya). Karena belum pernah baca cersil, Dee tidak mengetahui sejumlah kisah menggetarkan yang mampu membuat pembaca cersil geregetan.
Di cersil, ada beberapa kisah cinta yang sampai sekarang masih membekas di benak para pembaca. Misalnya kisah cinta berliku-liku Suma Han dan kedua istrinya, Nirahai dan Lulu dalam Pendekar Super Sakti karya sang maestro Kho Ping Ho (KPH). Atau bagaimana gemasnya membaca kisah cinta Gak Bung Beng dan Milana serta Shanti Dewi dan Wan Tek Hoat, yang baru berjodoh setelah berpisah puluhan tahun, yang dipaparkan dengan sangat bagus oleh KPH dalam Kisah Sepasang Rajawali dan Jodoh Rajawali.
Juga ada kisah cinta mengharukan antara Oey Yong, gadis cerdik dan cerdas putri Si Sesat Timur, yang mencintai Kwee Ceng, pemuda bodoh dan ber-IQ jongkok, yang diungkapkan dengan sangat menarik oleh Chin Yung dalam kisah Sia Tiauw Enghiong (Pendekar Pemanah Rajawali). Atau kisah cinta antara Yo Ko dengan Siauw Lionglie, gurunya yang jauh lebih tua namun awet muda.
[caption id="attachment_317304" align="aligncenter" width="326" caption="Gambar: http://ebukkita.blogspot.com/"][/caption]
Ketika kisah Yo Ko-Siauw Lionglie yakni Sin Tiauw Hiap Lu (Kembalinya Pendekar Rajawali) diangkat menjadi film seri dengan judul Return of the Condor Heroes, ada satu adegan yang disebut-sebut sebagai adegan paling mengharukan sepanjang masa. Yakni ketika Yo Ko (diperankan Andy Lau) mencoba mengejar matahari yang tenggelam di ufuk barat. Yo Ko mengejar matahari karena tak rela siang berganti malam. Karena siang itu seharusnya menjadi hari pertemuan mereka setelah berpisah 16 tahun. Yo Ko tak rela siang menjadi malam karena sang kekasih, Siauw Lionglie yang berjanji untuk datang tak jua muncul....
***
Menulis cersil merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi kami. Karena menjadi selingan di sela-sela berbagai aktivitas rutin. Menulis 'Darah di Wilwatikta' menyenangkan karena kami dituntut untuk menggabungkan imajinasi dan realita sejarah. Menyenangkan, karena kami bisa menulis tentang Majapahit dari sudut pandang kami, berdasarkan versi kami.
Membuat episode demi episode juga menjadi semacam misteri bagi kami. Karena mengerjakan bergantian, kami bahkan tidak tahu apa yang akan ditulis pada bab lanjutannya. Misalnya ketika membuat suatu episode, aku tidak tahu apa yang akan ditulis Dee di episode berikutnya. Begitupun sebaliknya. Dee belum tahu apa yang akan aku tulis untuk episode setelah itu.
Dalam banyak hal, beberapa momen penting justru muncul tanpa direncanakan. Misalnya perpisahan Kiran dan Dhanapati yang idenya muncul begitu saja.