Tentang jajanan kaki lima, dan kawan yang kurindukan.
AKU sungguh merindukan seorang kawan baikku. Seorang perempuan berkebangsaan India yang tinggal di Bangalore.
Kawanku, seorang Master Psikologi berkebangsaan India, adalah seorang perempuan manis, santun, sangat cerdas dan menyenangkan.
Gadis ini, dan beberapa kawanku yang lain merupakan sumber inspirasiku ketika aku membuat tulisan “Nun Jauh di Sana, Mereka Berjuang Demi Cinta”, salah satu tulisan yang termuat di salam buku "Senandung Cinta dari Rumah Kayu" yang menceritakan pergulatan hati para gadis dan pemuda di India sehubungan dengan tradisi arranged marriage, perjodohan, yang masih sangat umum berlaku di sana.
Urusan kasta, asal- usul, bahasa, suku, keturunan dan beragam pertimbangan lain yang biasa mengikuti urusan arranged marriage ini menyebabkan banyak kegalauan hati para kaum muda di sana yang ingin memilih pasangannya sendiri. Banyak diantara mereka yang saling jatuh cinta dengan kawan kuliah, kawan sekerja, atau kawan lain yang mereka kenal sendiri, harus melalui jalan berliku untuk mewujudkan keinginan menikah dengan seseorang yang dicinta, yang mereka sebut sebagai love marriage.
Aku mengenal beberapa pasang kawan yang saat memutuskan untuk memilih jalan menikah dengan seseorang yang dicinta ini kemudian harus terbuang dari keluarga kedua belah pihak. Tak ditengok, tak boleh pulang ke rumah. Putus hubungan.
Situasi yang sangat rumit.
Kondisi ini memang tak diterapkan oleh semua orang di sana. Aku juga kenal beberapa pasangan lain yang diijinkan keluarganya untuk menikah dengan pasangan yang mereka pilih sendiri, walau tradisi perjodohan ini masih sangat kental dan banyak diterapkan di India.
Tapi kali ini aku tak akan menuliskan tentang arranged marriage yang penuh darah dan airmata itu (halah.. ! lebay... he he ). Aku hanya ingin menuliskan tentang sesuatu yang ringan.
Yaitu makanan ringan, yang memang sangat ringan, karena bentuknya menggembung berisi udara...
***