DHANAPATI tersuruk, melangkah limbung. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Sakit yang perih menusuk. Berdenyut berirama, irama kematian.
Dhanapati menggigit bibirnya. Sakit di sekujur tubuhnya tak sebanding dengan sakit di hati. Dia menggigil.
Tak ada yang lebih menyakitkan dibanding dikhianati teman sendiri. Dikhianati oleh mereka yang selama ini dianggap sebagai saudara sejiwa. Senasib sepenanggungan.
Awalnya dia merasa heran melihat mantan rekannya dari Bhayangkara Biru mendatangi Dukuh Weru, tempatnya menetap selang satu setengah tahun terakhir. Mereka datang lengkap. Bahkan Bhagawan Buriswara, pemimpin Bhayangkara Biru yang biasanya jarang meninggalkan keraton juga ikut serta.
Semula Dhanapati mengira rekan-rekannya datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahannya, dan ikut gembira dengan kelahiran bayi laki-lakinya.
Namun perkiraan Dhanapati keliru. Sangat keliru.
Mereka, saudara-saudaranya ternyata datang membawa maut. Mereka datang untuk menghukum!!
***
AKU tercengang.
Lalu menimbang- nimbang.
Berpikir, bahwa jangan- jangan aku telah membuat keputusan yang salah.