Mari mengobrol tentang pernikahan...
BEBERAPAÂ hari terakhir ini aku melihat sebuah sebuah status yang menjadi viral di media sosial.
Status itu sendiri menceritakan tentang seorang pria beserta keluarganya yang datang untuk melamar seorang perempuan. Peristiwa yang tak dinyana, tak diduga ternyata hari itu tidak hanya berakhir menjadi acara lamaran, tapi atas permintaan ayah sang calon pengantin perempuan, akad nikah langsung dilaksanakan saat itu juga.
Kisah dalam status tersebut disambut dengan gegap gempita, pujian dan banyak komentar ‘aku juga ingin begitu.. ‘ oleh banyak komentator.
***
First of all, selamat bagi kedua mempelai yang diceritakan dalam status tersebut. Semoga mereka berbahagia.
Tapi begini. Membaca cerita itu, aku sebetulnya memiliki pertanyaan. Jika pernikahannya mendadak seperti itu, artinya pernikahan tersebut tidak didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA)? Tidak ada petugas pencatat pernikahan dari KUA hadir saat akad nikah? Juga, tidak ada buku nikah yang diberikan pada kedua mempelai?
Artinya, pernikahan tersebut sah secara agama, tapi tidak sah secara negara? Padahal, mencatatkan pernikahan secara negara itu penting, lho...
Begini, aku pro pada kesederhanaan. Menikah memang tak perlu dengan pesta besar. Tapi.. tidak mencatatkan pernikahan secara negara, itu dampaknya bisa panjang.
Mari ambil salah satunya saja untuk tak berpanjang lebar.Katakanlah pasangan pengantin tersebut lalu dikaruniai anak. Jika pernikahan orang tuanya tak tercatat di negara, tak memiliki buku nikah, maka anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut tidak bisa memperoleh akte kelahiran yang menyebutkan nama kedua orang tuanya. Jikapun akte lahir tersebut diterbitkan,maka anak itu akan dicatatkan sebagai anak dari ibunya saja.
Duh, mau begitu? Dan padahal, itu baru satu contoh lho. Ada banyak dampak dan konsekwensi lain selain itu.Â