[caption id="attachment_154109" align="aligncenter" width="507" caption="Lovebirds Quarrel. Foto: s3.amazonaws.com"][/caption]
* bagian ke-4 dari serangkaian tulisan *
Keharuman terhambur di dalam dapur. HARUM bahan- bahan pembuat kue dan cup cake yang baru matang. Pradipta memandang berkeliling. Dapur itu hangat dan menyenangkan. Bentuk dapur dan cara menata serta wangi yang terhambur berbeda dengan apa yang biasa dilihat oleh Pradipta di rumah kayu, tapi dapur di rumah tante Hes ini sama menyenangkannya dengan… Pradipta terhenyak. Dengan…
***
Pradipta sedih sekali. Tadi pagi… Di dapur itulah mulanya papa dan bunda tak sepakat atas sesuatu hal dan kemudian bertengkarlalu tampak saling menghindar sepanjang hari. Dan… Pradipta makin sedih. Dan akulah penyebabnya, pikir Pradipta. Akulah yang menyebabkan papa dan bunda bertengkar. Ah, andai saja bunda tadi tak menanyakan apa yang aku inginkan… Atau andai saja aku menjawab pertanyaan itu dengan permintaan lain…
***
Hes mengamati Pradipta. Hes yang peka tentu saja menangkap kegelisahan Pradipta. Dan mengingat apa yang diceritakan Pradipta bahwa orang tuanya sedang bertengkar, Hes mengerti dengan baik mengapa Pradipta bersikap begitu. Hes tahu benar bahwa pertengkaran orang tua akan berdampak pada emosi anak. Suasana yang tentram di rumah, akan membuat anak merasa aman. Pertengkaran di antara orang tua akan membuat anak kehilangan rasa aman tersebut. Walau tentu saja, pertengkaran antara suami istri sangat wajar terjadi dalam suatu pernikahan, sepanjang frekwensinya tidak sangat sering dan terus- menerus terjadi dalam jangka panjang. Hes pernah membaca suatu artikel yang menuliskan tentang hasil riset terhadap lebih dari dua ratus pasang orang tua dan anak- anak sekitar usia taman kanak- kanak yang meneliti hubungan antara konflik dalam pernikahan dengan masalah emosi anak. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa konflik pasangan suami istri yang berkepanjangan dalam suatu pernikahan akan menyulut rasa tidak aman serta menyebabkan gangguan perilaku serta kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pada anak- anak. Sayangnya, banyak orang tua kurang menyadari bahwa rasa aman pada anak- anak sangat tergantung pada kualitas hubungan kedua orang tuanya. Penelitian itu juga menunjukkan jika hubungan kedua orang tua baik, dan konflik yang terjadi di antara mereka masih dapat digolongkan sebagai konflik yang konstruktif dimana orang tua tetap dapat menunjukkan rasa kedekatan serta kasih sayang mereka secara fisik, dapat bersama- sama mencari penyelesaian masalah serta bisa berkompromi dan tetap memiliki rasa dan kedekatan emosi yang positif di antara keduanya, maka anak akan tetap merasa aman serta resiko terjadinya gangguan emosi berat pada anak akan berkurang. Oleh karena itulah, orang tua harus berhati- hati saat terjadi konflik di antara mereka. Menangani konflik dalam pernikahan secara positif bukan hanya akan berdampak baik pada hubungan antara suami istri, tapi juga berdampak panjang pada terbentuknya kestabilan emosi, rasa aman, percaya diri dan kemampuan anak untuk menghadapi dunia dengan cara yang positif.
***
Pradipta memandangi keempat cup cake yang ada di hadapannya. Dia mengambil keputusan. Dia akan pulang sekarang. Dia merindukan kedua orang tuanya. Mudah- mudahan mereka menyukai kue ini dan seperti yang dikatakan tante Hes tadi, mereka akan segera berbaikan kembali, pikir Pradipta. Papa dan bunda jarang bertengkar. Selama ini, Pradipta hampir tak pernah melihat keduanya bertengkar. Mereka tampak sangat saling mencintai. Tingkah dan cara bicara kedua orang tuanya berbeda, apa yang mereka sukai dan tak sukaipun kadang tak pula sama, tapi tak dapat dipungkiri, gelombang rasa sayang dan cinta di antara mereka terasa sangat kuat. Pradipta sering melihat kedua orang tuanya saling meledek dan berdebat, tapi bukan bertengkar. Sebab ledekan dan perdebatan itu biasanya diakhiri dengan tertawa- tawa serta papa memijit hidung bunda dengan sayang. Kadangkala tampak bunda menjulurkan lidah atau mencibir secara bergurau pada papa. Pradipta menoleh pada Hes. Dia membuka mulutnya hendak berpamitan. Belum sempat dia mengatakan sesuatu, terdengar suara dering bel di pintu pagar… p.s: bagian ke-1 dari rangkaian tulisan ini dibuat oleh blogger tamu, hes hidayat. tulisan- tulisan berikutnya dalam serial ini dibuat oleh penghuni rumah kayu ( sukangeblog dan daunilalang ) ( bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H