Hari merambat malam... HUJAN sudah mulai mereda. Yang tertinggal adalah udara sejuk. Dee sedang berbaring- baring dengan kepala di pangkuan sang suami yang dengan sebelah tangan mengelus- elus kepala sang istri sementara sebelah tangan yang lain memegang koran sore yang dengan asyik terus dibacanya. Sebab tak memiliki kegiatan khusus, Dee membiarkan angannya mengembara. Dari urusan calon mertua yang menginterogasi kekasih anaknya, gaya hidup hedonis dan konsumtif yang melanda banyak orang, juga tentang betapa banyak orang menggantungkan citra dan harga dirinya pada barang- barang bermerek buatan luar negeri dan memandang sebelah mata pada produk lokal dan hal- hal lain semacamnya. Ah, memikirkan semua itu membuat Dee jadi teringat pada ajaran Mahatma Gandhi tentang swadeshi, tentang home economy. Kampanye Swadesi memiliki fungsi utama untuk mengakhiri kolonialisme Inggris di India. Tapi selain itu, banyak hal yang ingin dicapai Mahatma Gandhi dengan swadesi tersebut. Swadesi akan berujung pada kemandirian baik secara pemerintahan, juga secara ekonomi. Prinsip ini mengatakan untuk mengambil manfaat sebanyak- banyaknya dari apa yang mereka hasilkan sendiri. Juga memutuskan dan mengendalikan produk apa yang akan mereka impor dari luar atau ekspor dari produk lokal mereka. Hal ini pada akhirnya akan mensejahterakan hidup mereka. Dan lihatlah kemajuan seperti apa yang terjadi di India saat ini…
***
Ada sebuah buku berjudul " The World is Flat " terbit beberapa tahun yang lalu. Buku ini bercerita tentang bagaimana cara suatu perusahaan beroperasi berubah akibat adanya globalisasi serta trend untuk melakukan sentralisasi dan metode 'outsourcing'. Banyak perusahaan di dunia, terutama dari Amerika, yang memindahkan operasinya ke India. Banyak kantor di India sejak beberapa tahun terakhir beroperasi 24 jam, karena para pegawai di sana tak semata mengoperasikan perusahaan India, tapi juga perusahaan- perusahaan di berbagai negara. Salah satu yang populer adalah call center. Contoh lain, misalnya, transaksi pembelian yang dilakukan oleh sebuah procurement center. Bisa terjadi bahwa transaksi untuk membeli sesuatu dari satu perusahaan di Amerika untuk perusahaan yang juga berdomisili di Amerika dilakukan oleh pegawai yang secara fisik berada di India. Bukan hanya Amerika. Banyak negara lain yang juga operasinya ditunjang oleh para pegawai di India. Australia, Selandia Baru, negara- negara di Eropa, juga Asia. Termasuk Indonesia. Kantor di India beroperasi sepanjang hari, karena para pegawainya bekerja berdasarkan shift, mengikuti jam kerja di negara yang operasinya mereka jalankan. Ada banyak orang di India yang memulai jam kerjanya jam jam 4 pagi, atau jam 6 sore, misalnya, sebab mereka mengikuti jam kerja negara lain yang standar waktunya berbeda. Para pekerja di India melakukan operasi mereka dengan bantuan teknologi seperti telepon, email, beragam sistem aplikasi dan komunikasi. Teleconference, Video conference, adalah merupakan hal yang sehari- hari harus mereka lakukan. Trend semacam ini tentu saja membuat pasar tenaga kerja di India mengalami perubahan yang signifikan. Peluang kerja terbuka luas karena kebutuhan tenaga kerja di suatu perusahaan melonjak pesat. Dampaknya positif bagi perekonomian India secara keseluruhan.
***
Dee tiba- tiba teringat sesuatu. " 'yang... " sapanya pada Kuti. " Ya... " Kuti mengalihkan perhatiannya dari koran yang sedang dibacanya. " Aku lagi mikir... negara kita itu kan sebetulnya punya potensi yang sangat besar. Tapi koq... sehubungan dengan trend untuk melakukan sentralisasi dan outsourcing itu, kita tampaknya 'terlewat' ya? " " Maksudmu? " tanya Kuti. " Ya itu... " kata Dee, " Saat trend outsourcing dimulai, Cina yang kena imbas positif. Banyak perusahaan memindahkan kantor pusat mereka ke Shanghai. " " Lalu... " Dee melanjutkan kalimatnya, " Setelah Cina, trend outsource berkembang ke India... " Tak lama kemudian terdengar lagi suara Dee. " Nah, yang aku heran... mengapa setelah dari Cina, lalu India, trend sentralisasi dan outsourcing ini tidak lalu berkembang ke Indonesia, tapi malah ke Malaysia dan lalu... Vietnam? " Hmmm... Dengan segera Kuti mengerti apa yang sedang dibicarakan Dee, dan apa sumber keprihatinannya. Alih- alih menjadi negara dimana sentralisasi operasi perusahaan dilakukan, tenaga kerja Indonesia kini bahkan terkena dampak negatif dari trend outsourcing ini. Banyak pekerjaan yang tadinya dilakukan di Indonesia sekarang dioperasikan dari Cina, India, Malaysia atau bahkan... Vietnam. Vietnam! Mereka sebenarnya, seharusnya, tak dapat dibandingkan dengan Indonesia. Beberapa belas tahun yang lalu, pegawai Vietnam 'tak masuk hitungan' jika keterampilannya dibandingkan dengan pegawai- pegawai yang berasal dari Indonesia. Pegawai dari Indonesia jelas lebih terampil, cerdas, berpendidikan baik, dan dalam hal kemampuan berbahasa Inggris, jauh lebih baik dari mereka. Lalu... kenapa sekarang, setelah trend outsourcing melanda Cina dan India secara positif, trend tersebut 'tak lewat' ke Indonesia? Padahal Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang mirip dengan Cina dan India, terutama banyaknya jumlah penduduk. " Bisa jadi ini dampak dari prioritas yang salah, Dee. Dan karena yang ditanam salah, buahnyapun menjadi salah pula... " " Ya, " jawab istrinya. " Dari segi infrastruktur, sebenarnya Indonesia bahkan lebih baik dari India dan Vietnam. Tapi... ada banyak prioritas yang 'kesasar'. Misalnya, dalam kehidupan sehari- hari, banyak hal diarahkan ke sesuatu yang konsumtif, bukan produktif... " " Lihatlah, “ kata Dee, “ Rasanya dimana- mana setiap saat muncul mall mewah baru. Tapi, di pihak lain., adakah kualitas sekolah meningkat? Sejauh ini tampaknya baik kualitas bangunan maupun kualitas pendidikannya tak meningkat secara signifikan. Ada sekolah- sekolah yang bagus memang, tapi selain sedikit, biayanyapun tak terjangkau. Selain sekolah mahal, bukupun mahal dan tak terbeli. Di pihak lain, gaji guru tetap saja sangat minim. Padahal gaji yang minim ini pastilah ada dampaknya terhadap kualitas pengajaran... " Kuti mengangguk menyetujui apa yang dikatakan istrinya. " Andai saja... " Dee berangan- angan, " Di negara kita ini diberikan fokus yang baik pada pendidikan, dan kehidupan penduduknya diarahkan ke arah yang produktif, bukan konsumtif, aku yakin... kita seharusnya lebih unggul dari Vietnam... " Kuti mengangguk lagi. Dee berkata lagi, " Bayangkan, betapa menyedihkan sebetulnya jika pada suatu pagi seseorang yang berada di Jakarta mengangkat telepon yang berdering, lalu terdengar suara yang berbahasa Indonesia berlogat Vietnam menyapa dan berkata begini: Selamat pagi. Nama saya Nguyen Anh Ty dari Vietnam. Saya menghubungi anda sehubungan dengan transaksi xxxxx… " Pagi itu Nona Nguyen yang berkebangsaan Vietnam dan berdomisili di Vietnam bertindak sebagai pihak pertama mewakili suatu perusahaan yang berdomisili di Indonesia melakukan suatu transaksi jarak jauh dari Vietnam dengan pihak kedua di perusahaan yang juga berada di Indonesia. Di pihak lain, mungkin sebelumnya ada seorang pegawai di Indonesia yang dirumahkan sebab pekerjaannya dialihkan ke Vietnam... "
Dee menarik nafas panjang. Dia kemudian berkata pada suaminya, " Kalau kita tuliskan tentang hal ini di blog, apa kira- kira pendapat dari teman- teman ya? Aku ingin tahu... "
** gambar diambil dari mtcave.blogspot.com & jobmob.co.il **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H