“ Ini sih jadi klimaks Kompasianival bagi 100 orang Kompasianer tapi anti-klimaks bagi ribuan lainnya… “
KUTI berhenti menyuapkan tiramisu dari piring kecil yang dipegangnya. Diliriknya sang istri, yang barusan berkomentar.
“ Masih tentang undangan makan siang ke istana, Dee ? “ kata Kuti.
Dee mengangguk, mengiyakan apa yang dikatakan sang suami.
“ Bayangkan saja. Ada pesta tahunan yang ditunggu- tunggu, yang tujuannya (seharusnya) mengakrabkan para Kompasianer, tapi lalu sekarang membuat banyak orang kecewa seperti itu. Ya itu tadi, seperti yang aku katakan, itu klimaks bagi 100 orang yang diundang, tapi anti klimaks bagi ribuan, puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu lain yang tak mendapat undangan. Mereka datang ke acara Kompasianival (mulanya) dengan perasaan setara lalu mendapati sebagian ternyata diistimewakan, sebagian (besar) seakan diabaikan dan bahkan diberi tahu saja tidak. “
“ Ah, Dee.. jangan begitu.. “
“ Lho, memang begitu. Lihat saja, sejak kemarin, sepertinya, posting tulisan tentang makan siang di istana itu lebih banyak bisa ditemukan daripada posting tentang Kompasianivalnya sendiri, bukan? Artinya, soal makan siang di istana ini dampaknya tak bisa diabaikan begitu saja. Dampaknya signifikan, lho.. “ Dee bersikeras.
“ Dan ini signifikan bukan hanya pada yang hadir di acara Kompasianival saja tapi bagi para Kompasianer secara keseluruhan. “
Hmmm..
Kuti menyuapkan sepotong tiramisu lezat yang langsung meleleh di dalam mulutnya. Di sekitar mereka, ketiga anak mereka, Pradipta serta si kembar Nareswara dan Nareswari juga asyik dengan potongan cake mereka masing- masing.