Kususut air mataku diam- diam…
LONG week end saat itu. Aku, suami dan kedua anakku, anak tengah dan bungsu, pergi berjalan- jalan ke sebuah toko furniture yang terkenal. Lalu di waktu makan siang, turut mengantri bersama banyak orang lain di restaurant di dalam toko tersebut.
Sebab antrian panjang, mataku sempat melirik- lirik ke bagian dimana ada roti, kue, dan beberapa macam dessert lain disajikan. Dan aku lalu nyeletuk mengatakan begini pada anak- anakku. “ Duh, koq ibu jadi teringat pada mbakyu-mu ya.. “
Anak sulungku penggemar kue. Dan beberapa jenis kue yang terpajang di depan kami sungguh mengingatkanku padanya. Putri sulung kami mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri mulai semester ini. Dia ada di benua lain. Itu sebabnya dia tak berada bersama kami saat itu.
Antrian bergeser. Kami mulai melihat- lihat daftar menu yang terpampang di depan kami, yang mayoritas berupa makanan Eropa. Sementara itu, percakapan masih berlanjut. Anak- anakku bercerita tentang percakapan mereka dengan kakaknya, beberapa hari sebelum kakaknya itu berangkat.
Katanya, mereka membicarakan tentang steak.
Urusan steak ini memang urusan diskusi yang tak berkesudahan di keluarga kami.
Pasalnya, aku dan si sulung fanatik pada jenis kematangan well done untuk steak. Sementara suami dan kedua anak lelakiku, menyukai steak dengan kematangan medium. Mereka berpendapat bahwa justru kematangan medium itu yang mengeluarkan rasa paling enak dari daging saat dimasak dalam bentuk steak, padahal bagiku dan putri sulung kami, melihat daging yang tengahnya masih merah itu koq agak ‘mengerikan’, he he.
Nah, rupanya, beberapa hari sebelum kakaknya berangkat untuk kuliah di luar negeri itu, adik- adiknya menggoda sang kakak, bahwa kelak saat dia sudah berada di luar negeri, mau tidak mau dia akan harus menghadapi steak dengan kematangan medium. Menurut adik- adiknya ( entah berdasarkan informasi darimana, ha ha ) begitulah mayoritas orang di negara tempat kakaknya bersekolah akan memasak steak. Dengan kematangan medium, bukan well done.
“ Trus, mbakyu-mu jawab apa? “ tanyaku ingin tahu.
Anak tengahku menjawab, “ Oh, mbak bilang, nanti disana boro- boro bisa makan steak. Uang beasiswanya aja cuma segitu, mana kebeli steak segala. “