Shalat Idul Adha di Masjidil Haram…
ANDAIKAN itu  bisa itu terjadi, pikirku, betapa itu akan menjadi kenangan indah, yang mungkin hanya akan bisa terjadi sekali seumur hidup.
9 Dzulhijah 1435 H, dua tahun yang lalu. Aku dan suamiku berada di Arafah pada puncak musim haji. Â Lalu pada malam harinya, selepas maghrib, kami bersiap- siap meninggalkan Arafah, menuju Muzdalifah.
Pernahkah kita membayangkan ketika jutaan orang bergerak dari satu tempat ke tempat lain yang sama?
Itulah yang terjadi saat itu.
Di malam tersebut, jutaan orang bergerak dari Arafah menuju sebuah area terbuka yang berada di antara Mekah dan Mina. Muzdalifah. Salah satu yang harus dilakukan dalam rangkaian ibadah haji adalah singgah dan bermalam di area seluas 12,25 kilometer persegi ini.
Maka bisa dibayangkan seperti apa kepadatan yang terjadi.
Kupahami dari pengumuman yang diberikan saat kami masih berada di Arafah bahwa kami akan naik bus menuju Muzdalifah, kemudian pagi- pagi buta keesokan harinya menuju Masjidil Haram untuk melakukan thawaf ifadah dan sai.
“ Segera setelah selesai thawaf ifadah dan sai, kita akan langsung menuju Mina kembali, “ begitu pengumuman yang disampaikan kepada kami.
Rencana untuk menyegerakan kami menuju Mina setelah melakukan thawaf ifadah dan sai adalah sebab hari itu akan ada pembatasan dalam pengaturan lalu lintas ke Mina. Diharapkan dengan bersegeranya kami bergerak kembali ke Mina, bus rombongan kami masih diijinkan masuk melalui terowongan Mina sehingga kami bisa diantarkan sampai tepat di depan tenda kami di Mina.
“ Maka, kita tak akan sempat Shalat Idul Adha di Masjidil Haram, sebab sebelum waktu itu kita sudah akan bergerak menuju Mina, “  lanjut bunyi pengumuman yang diberikan.