Ada yang dia sudah masuk 10 besar seleksi nasional untuk suatu international young leader program, dan yang akan diberangkatkan 4 orang. Setelah proses seleksi, ternyata dia ada di.. urutan ke 5. Ha ha. Dia dihubungi untuk bersiap- siap sebab dia masuk daftar cadangan, jika salah satu dari 4 orang itu batal berangkat, dialah yang akan berangkat.
Ada juga yang tak terpilih..
Kompetisinya dan persaingannya juga macam- macam levelnya. Ada yang seleksinya tingkat nasional, lalu nanti bergabung dengan rombongan lain dari negara lain. Ada yang sejak awal, seleksinya sudah seleksi internasional, tak lagi merupakan perwakilan negara, dia sudah bersaing langsung di level global.
Aku dan ayahnya sih senang- senang saja dia begitu. Itu kan keinginannya sendiri. Dan kami lihat dia tak terbeban. Menulis makalah yang biasanya menjadi syarat untuk mendaftar, juga dia lakukan dengan santai disela- sela waktu luangnya. Kadang-kadang topik yang diminta berhubungan dengan jurusan yang dia pelajari di Perguruan Tinggi saat ini. Adakalanya, nggak ada hubungannya sama sekali.
Kami juga senang akan hal itu. Itu menunjukkan bahwa wawasannya cukup luas untuk bisa menulis sesuatu yang berbeda dengan bidang keilmuan formal yang dia sedang pelajari.
Plus, ini juga penting: dia menerima keberhasilan maupun kegagalannya saat mendaftarkan diri dalam program- program semacam itu juga dengan sikap yang ‘biasa- biasa saja’. Tidak berlebihan senang atau kecewanya jika berhasil atau gagal.
Bagi kami, ini penting sekali…
***
Saat mereka kecil, jika ada lomba ini dan itu di sekolahnya atau di luar sekolah yang kami tahu, kami akan beritahu anak (-anak) kami dan tawarkan apakah mereka ingin ikut. Jika ingin, ya kami daftar dan antarkan. Jika tak mau, tidak apa- apa.
Kami selalu menyadari, mendidik anak itu marathon, bukan sprint. Bagi kami, mendidik anak untuk memiliki mental juara, lebih penting daripada sekedar menjadikannya juara instan.