Tak cukup waktu kami untuk pergi berdua berbulan madu setelah pernikahan kami itu sebab kami harus mengurus kepindahan kami ke rumah kontrakan, lalu kembali ke kantor.
Perjalanan bulan madu itu tak pernah terjadi. Hari- hari pertama setelah pernikahan, kami kembali disibukkan dengan urusan kantor, ditambah lagi, tak lama setelah itu aku mengandung anakku yang pertama. Tak mungkin bepergian dalam keadaan mengandung seperti itu.
Lalu, anak pertama kami lahir. Si mungil yang cantik itu, kemudian setelah masa cuti hamilku habis ternyata terpaksa kami titipkan dulu sementara pada orang tuaku di kota kelahiran untuk memastikan bahwa tak ada efek samping dari imunisasi yang diperolehnya, setelah dia ternyata menunjukkan reaksi yang sangat sensitif terhadap imunisasi pertamanya.
Berjauhan dengan bayi yang kulahirkan sementara dalam hati aku sudah bertekad untuk memberikan ASI, menjadi cerita tersendiri.
Di akhir minggu, aku pulang ke rumah orang tuaku dimana bayiku berada, di kota yang berlainan dengan tempat kami tinggal. Di tengah minggu, ada satu hari dimana pulang kantor aku langsung menuju stasiun untuk menuju ke kota dimana bayi dan orang tuaku tinggal lalu keesokan harinya kembali naik kereta selama tiga jam untuk kembali ke kota tempatku bekerja, demi agar bisa memberi ASI pada bayiku.
Diluar itu, aku juga menampung ASI-ku, membekukannya dan asisten rumah tangga kami dua hari sekali membawa termos es berisi berbotol-botol ASI beku dari kota dimana kami tinggal ke kota dimana bayi kami berada, yang jaraknya hampir 200 KM.
Anak sulung kami ini kemudian akhirnya tinggal kembali bersama kami saat dia hampir berusia dua tahun. Syukurlah, saat itu kami sudah memiliki rumah sendiri, tak lagi menempati rumah kontrakan.
Lalu, dua anak lagi setelah itu hadir dalam pernikahan kami.
Dengan tiga anak yang harus dibesarkan, tak banyak waktu tersisa untuk pergi berdua-duaan saja. Apalagi, kami juga memang tak pernah tega melakukannya.
Jangankan pergi berdua sekedar untuk jalan-jalan, bahkan jika salah satu dari kami harus bepergian keluar kota atau keluar negeri untuk urusan pekerjaanpun, kami biasanya mencoba mengatur jadwal agar yang satu lagi tak bepergian pada saat yang sama, agar salah satu dari kami akan berada di rumah bersama anak- anak jika salah satu sedang bepergian.
Sampai tahun lalu... Ketika giliran kami untuk berhaji tiba..