[caption id="attachment_165279" align="aligncenter" width="442" caption="Ilustrasi: i.iscute.com"][/caption] Anak itu anugerah... MEMILIKI anak merupakan cita-cita terbesar pasangan yang berumahtangga. Namun bisakah jenis kelamin anak ditentukan? Bisakah orang tua memilih jenis kelamin anak yang diinginkan? Jika rumahtangga itu bermukim di dunia maya, maka jawabannya YA. Jika rumahtangga itu tinggal di dunia nyata, jawabannya TIDAK. Di dunia maya, kita bisa memilih sendiri jenis kelamin anak, kapan lahirnya, bahkan jika ingin kembar pun bisa. Di dunia nyata, ada banyak faktor dan variabel yang berperan, yang bisa menggagalkan apa yang kita inginkan. Seperti misalnya apa yang terjadi dalam serial rumah tangga yang kami tuliskan di blog rumahkayu ini. Serial rumah tangga tentang Kuti, Dee dan Pradipta yang tinggal di rumah kayu mulai kami tulis beberapa tahun yang lalu. Lalu suatu saat, dalam komentar di sebuah posting, ada teman yang iseng mengusulkan agar kami memberi adik buat si kecil Pradipta. Usul yang iseng-iseng ini kami tanggapi serius. Rasanya menyenangkan jika punya bayi (lagi). Dalam percakapan selanjutnya kami langsung menentukan jenis kelamin si calon bayi: perempuan. Kami juga menjadwalkan waktu lahirnya. Tapi di waktu yang dijadwalkan itu, ternyata kami disibukkan oleh hal lain. Saat itu, kami membuat semacam writing contest yang ternyata mendapat sambutan cukup meriah. Rencana 'membuat' adik kecil pun terlupakan. Selain waktu yang berubah, ketika akhirnya kami putuskan sudah waktunya bayi itu dihadirkan dalam serial yang kami tulis, at the last minute, pikiran kami berubah pula tentang jenis kelamin sang bayi. Yang tadinya direncanakan seorang bayi perempuan, pada saat terakhir kami rubah menjadi sepasang bayi kembar, satu perempuan, satu lagi lelaki. Itulah saat mula Nareswara dan Nareswari hadir dalam serial di blog rumahkayu...
***
Di suatu posting yang diikutkan dalam writing contest yang disebutkan di atas itu, ada seorang peserta (laki- laki) yang membuat tulisan bagus soal anak. Penulisnya mengungkap fakta (yang untuk sebagian laki-laki sebenarnya merupakan rahasia), bahwa keinginan terbesar dari seorang laki-laki (baca: suami) adalah memiliki anak laki-laki. Dia benar. Aku sendiri, sejak sebelum menikah aku selalu membayangkan punya anak laki-laki. Karena aku senang nonton sepak bola, rasanya menyenangkan jika kelak bisa bermain bola dengan si kecil di halaman rumah. Begitu menikah, istri tidak langsung hamil. Baru sekitar enam bulan dia positif. Rupanya di bulan sebelumnya kami 'salah prosedur'. Jika istri bilang haidnya terlambat, kami mensyukuri itu dengan bermesraan. Keesokan harinya dengan wajah lesu istri bilang telah mendapat haid. Setelah kejadian itu terjadi berulang aku langsung bertanya kepada 'om Google'. Jawabannya adalah, kemungkinan rahim istriku lemah. Di bulan keenam, istri bilang haidnya terlambat. Kami menahan diri untuk tidak bermesraan. Dengan harap-harap cemas aku menganjurkan istri untuk memeriksa melalui alat pendeteksi kehamilan. Dan, sampai sekarang masih terbayang momen itu. Ketika istri memberikan test pack yang ada jalur merahnya. Istriku hamil!! Rasa senangku tak terlukiskan. Kami langsung memeriksakan ke dokter kandungan, seorang dokter yang sangat cantik dan ramah (karena alasan tertentu istriku ogah diperiksa dokter kandungan laki-laki, hehehe). Dokter mengatakan rahim istri memang rada lemah. "Supaya aman, bapak harus puasa," begitu ujar si dokter. Aku mengangguk. Demi si buah hati, aku siap melakukan apapun. Iseng aku bertanya," Berapa lama dok?" Dokter menjawab diplomatis dengan menjelaskan kalau masa kritis kehamilan itu pada tiga bulan pertama. "Jadi artinya aku harus puasa selama tiga bulan?" tanyaku kaget. Dokter dan istriku tertawa. "Kenapa? Bapak gak kuat?" Aku bilang," Demi si kecil, jangankan tiga bulan, tiga hari pun aku siap!!!"  Hehehehehe
***
Begitu istriku hamil, otomatis subyek doa yang kami sampaikan setiap malam sedikit berubah. Ketika belum hamil, setiap malam kami selalu berdoa agar Tuhan berkenan memberikan kehamilan. Setelah doa itu terkabul, setiap malam, secara bergantian kami berdoa semoga pertumbuhan bayi dalam kandungan berlangsung normal. Semoga bisa lahir dengan selamat dan sempurna. Dan, karena kami sejak awal menginginkan anak laki-laki, kami mendoakan hal itu secara khusus. Aku masih ingat kata demi kata yang kami ucapkan: "Tuhan, jika Engkau berkenan, kiranya Engkau memberikan kami anak laki-laki. Tapi bukan seperti kehendak kami, melainkan hanya seturut kehendak-Mu..." Kami memang sangat mendambakan anak laki-laki. Kami melakukan berbagai aspek medis yang bisa dilakukan. Namun di atas semua itu, kami tahu bahwa menentukan jenis kelamin anak adalah otoritas Tuhan. Dan apapun yang Dia lakukan dan putuskan itu yang terbaik. Dan doa kami dikabulkan. Anak kami laki-laki. Kami mensyukuri itu sebagai anugerah tak terhingga, hingga bayi itu kami namakan menggunakan salah satu bahasa tertua di dunia yang artinya 'Allah memberi anugerah'. Dan akhirnya, aku bisa mewujudkan khayalan semasa muda: bermain bola dengan si kecil di halaman rumah. Betapa bahagia melihat dia tertawa girang karena berhasil mencetak gol, sebab aku sebagai penjaga gawang jatuh pada posisi yang salah... Aksi main bola ini sempat terhenti cukup lama ketika si kecil dengan tendangan 'cannon ball'-nya sukses memecahkan kaca depan rumah, yang membuat istriku marah besar!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H