[caption id="attachment_362814" align="aligncenter" width="512" caption="Pasiar Bendi (dok. pribadi)"][/caption]
ADA tradisi yang berbeda di setiap daerah yang merayakan Natal dan Tahun Baru. Begitu juga di Minahasa, Sulawesi Utara. Di Tondano, ibukota Kabupaten Minahasa, ada tradisi unik yang dilakoni masyarakat seputaran Koya-Tataaran, yakni pesiar bendi.
Bendi adalah kendaraan tradisional Minahasa, berupa kereta yang ditarik kuda (di Indonesia, kendaraan semacam ini disebut dengan nama berbeda). Tradisi pesiar atau pasiar bendi umumnya dilakoni anak-anak, remaja hingga orang tua.
Tak jelas sejak kapan tradisi ini berlangsung. Namun pasiar bendi sudah dikenal sejak tahun ’70-an. Kini, dengan semakin pesatnya perkembangan transportasi, sarana pesiar tak melulu bendi. Banyak juga anak muda yang menggunakan sepeda motor. Atau mobil yang pintu belakangnya dibuka, dan anak muda duduk berjuntai. Atau kendaraan bak terbuka yang dipenuhi anak-anak.
Tahun 2013 lalu, biaya yang dibayar ke pak kusir bendi untuk satu putaran (pulang pergi) sekitar 4 ribu rupiah. Pada Natal dan Tahun Baru kemarin, harganya sudah melonjak dan mencapai 8 ribu hingga 10 ribu rupiah. Menurut para kusir, naiknya harga sebagai imbas kenaikan BBM (padahal, berbeda dengan di daerah lain, kuda di Minahasa makannya rumput, dan bukan bensin, hahaha)
Tradisi pesiar bendi ini memang menjadi berkah bagi para kusir. Yang meraup untung bukan hanya kusir di kelurahan Tataaran dan Koya, namun juga yang datang dari kelurahan lain, termasuk dari Kampung Jawa Tondano (Jaton), yang notabene tak merayakan Natal. (Masyarakat Kampung Jawa merupakan keturunan Kyai Modjo dkk, yang dulu berjuang bersama Pangeran Diponegoro, dan oleh Belanda diasingkan ke Minahasa).
Walau menggerutu karena harga pasiar bendi sudah naik, umumnya masyarakat yang menjadi pelanggan maklum. Apalagi, selang lima tahun terakhir, kehidupan para kusir bendi praktis di ujung tanduk, seiring dengan banyaknya pesaing, yakni para tukang ojek.
Tahun 2013 lalu, acara pasiar bendi tidak semarak karena diganggu turunnya hujan. Pada Natal dan Tahun Baru kemarin, cuaca cerah. Warga pun pesiar dengan gembira. Karena baju baru yang dibeli bisa dipakai untuk pesiar.
Baju baru itu
Bicara baju baru, ada juga kebiasaan unik. Yang terkait dengan jumlah. Di Manado, secara umum baju baru yang dibeli menjelang Natal dibagi dalam dua kategori. Pertama, yang disebut ‘baju greja’. Kedua, disebut ‘baju pasiar’ atau ‘baju kaluar’.
Baju Greja, sesuai namanya, dipakai saat ibadah Natal. Yang perempuan, baik remaja putri maupun ibu-ibu biasanya membeli (atau menjahit) model gaun. Ada juga yang memadukan blus dan rok. Yang anak muda pria, umumnya kemeja, baik lengan panjang dan pendek, dan celana panjang, biasanya jeans berwarna gelap.
Baju baru tak akan lengkap jika sepatu yang dipakai model lama. Jadi sepatu pun harus yang baru.
Di Manado, ibadah Natal berlangsung dua kali. Yakni pada tanggal 25 Desember (disebut Ibadah Natal Pertama), dan 26 Desember (Natal Kedua). Karena dua kali beribadah, otomatis baju baru untuk ibadah pun... harus dua.
Untuk ‘baju pasiar’, dipakai sore hari, umumnya setelah makan siang. Baju pasiar lebih santai. Biasanya terdiri dari kaos dan celana jeans. Untuk alas kaki, biasanya sandal, yang tentu saja baru. Acara pesiar Natal juga berlangsung dua hari, 25 dan 26 Desember. Jadi baju untuk pesiar juga harus dua...
Karena baju baru sekarang harganya ratusan ribu untuk satu potong, maka orang tua harus pandai-pandai mengelola pembiayaan, terutama jika dana yang disediakan terbatas dan yang harus dibelikan jumlahnya banyak. Counter yang menyediakan diskon pun diburu. Baik yang diskon 50% atau yang “beli 1 gratis 2.”
Biasanya, kebutuhan belanja untuk anak-anak yang diutamakan. Jika anak-anak sudah beres, baru giliran orang tua (yang dimaksud dengan orang tua dalam hal ini adalah istri atau para ibu, hehehe.) Para bapak-bapak biasanya mengalah, atau “dikalahkan”. Umumnya bapak-bapak nyantai aja jika tak punya baju baru. Cukup pakai yang lama, gak masalah. Jika kepepet, jas yang dipake saat menikah bisa dipakai lagi, jika masih muat tentunya....
Biasanya, baju greja yang dipakai pada 25 Desember itu juga yang dipakai di ibadah Tahun Baru 1 Januari. Dan pakaian yang dipakai 26 Desember, digunakan pada ibadah Tahun Baru Hari Kedua, 2 Januari.
Tapi bagi keluarga tertentu, terutama yang punya kemampuan finansial berlebih, pakaian yang dipakai Natal itu beda dengan Tahun Baru. Jadi, beberapa hari sesudah Natal mereka akan belanja (lagi), untuk keperluan Tahun Baru.
Makin berkembang
Tradisi pasiar bendi dan baju baru berbaur dengan kebiasaan bertahun-tahun saat menyambut Natal dan Tahun Baru, yang semakin hari semakin berkembang. Kue Natal, misalnya, kini semakin canggih dalam bentuk dan nama, dan semakin lezat.
Sebagai ‘pasangan’, kue Natal dilengkapi dengan minuman ringan bersoda. Dulu, minuman untuk Natal berupa sirup. Namun selang 10 tahun terakhir praktis tak ada lagi yang menggunakan sirup. Minuman bersoda merek terkenal dalam berbagai kemasan pun diburu. Jika ada kelebihan dana, minuman ringan bersoda biasanya disertai minuman bersoda yang lebih ‘berat’: yakni bir, baik putih maupun hitam.
Biasanya, apa yang disebut sebagai “kue Natal” akan bertahan hingga Tahun Baru. Kue semacam ini umumnya baru dilirik di bulan Februari.
Untuk makanan, masih sama. Umumnya masakan dibuat dan dimasak dalam bambu. Baik yang disebut “nasi Jaha”, maupun beraneka masakan lain seperti Tinoransak, Pangi, Saut/Kotei.
[caption id="attachment_362815" align="aligncenter" width="504" caption="Makanan dimasak dalam bambu (dok. pribadi)"]
Masakan yang dimasak dalam bambu dipadukan dengan yang dimasak secara konvensional: Cap Cae, Brenebon, Ayam Panggang, Sate Ragei, Babi Kecap, hingga makanan penutup seperti pudding dan Klaapertaart.
[caption id="attachment_362816" align="aligncenter" width="322" caption="Klapertaart. Siapaa yang mau? (dok pribadi/facebook.com)"]
Masakan yang disiapkan untuk Natal sengaja diatur porsinya agar bisa habis tanggal 28 atau 29 Desember. Karena untuk Tahun Baru, ‘ritual’ memasak yang sama kembali dilakukan pada 31 Desember. Umumnya menu untuk Tahun Baru mirip-mirip dengan Natal.
Namun, tentu saja, saat yang paling menyenangkan saat Natal dam Tahun Baru adalah berjumpa dengan kerabat dan teman. Ketika ucapan dan salam Natal dan Tahun Baru bergema. Salam Natal dan Tahun Baru berupa jabat tangan disertai senyum riang penuh sukacita. ...
Selamat Natal dan Tahun Baru...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H