Mohon tunggu...
Rumah Belajar Persada
Rumah Belajar Persada Mohon Tunggu... -

Pokoknya dimana saja,kapan saja, dan bersama siapa saja; belajar itu sebaiknya jalan terus.... We Can Do It !\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Usia Dini: Ya atau Tidak ?

18 Maret 2016   18:15 Diperbarui: 18 Maret 2016   18:25 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Menyiapkan balita menapaki masa depannya (dok RBP)"][/caption]Kontroversi perlu-tidaknya anak-anak usia balita diberikan pendidikan formal akademik senantiasa mengemuka dan kian menghangat setiap menjelang pergantian tahun ajaran baru di negeri ini. Aliran kontra menuding bahwa mengenalkan baca-tulis atau matematika dasar secara formal pada anak balita akan berdampak buruk secara psikis bagi keseimbangan pertumbuhan kecerdasan emosionalnya karena usia tersebut seyogyanya diisi dengan aktifitas bermain sebebas-bebasnya.

Sementara itu para pendukung pendidikan anak usia dini berpegang pada sejumlah hasil penelitian yang menyebutkan bahwa 50% kapabilitaas kecerdasan orang dewasa telah terbentuk saat  anak berumur 4 tahun,80%  perkembangan pesat jaringan otak telah terjadi saat anak berumur 8 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 18 tahun. Setelah itu , meskipun anak diberi asupan nutrisi pendukung, tidak akan ada kemajuan signifikan pada pekembangan kognitifnya. Jadi rugi sekali kalau periode 4-18 tahun itu dibiarkan mengalir tanpa terkelola baik secara edukatif.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia, menurut perundang-undangan, didefinisikan sebagai jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagianak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Prof Sandralyn Byrnes, pakar PAUD peraih penghargaan Australian Teacher of The Year, International Teacher of The Year, dan Vitasoy Woman of The Year untuk kiprah panjangnya di dunia pendidikan; menuturkan (KOMPAS.com, 13 Februari 2011) bahwa   pendidikan anak usia dini akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa sekolah.

 “Saat ini, beberapa taman kanak-kanak sudah meminta anak murid yang mau mendaftar di sana sudah bisa membaca dan berhitung. Di masa TK pun sudah mulai diajarkan kemampuan bersosialisasi dan problem solving karena kemampuan-kemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak usia dini,” jelas Byrnes. 

[caption caption="Menstimulir perkembangan kognitif di fase pertumbuhan terbaik (dok RBP)"]

[/caption]Byrnes juga sependapat dengan Bapak PAUD dunia, Frederich Wilhelm Froebel, yang memilih metode bermain sebagai cara memberikan edukasi pada anak-anak usia dini,”… bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan agar mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, dan mengenal 1-3 bahasa."

Sistem edukasi bermain dalam PAUD sangat menuntut kapasitas pembimbing yang kompeten dan handal agar tercipta suasana kelas yang ,” … berisi kesenangan, antusiasme, dan rasa penasaran. Bukan menjadi ajang tarik-ulur kekuatan antara murid-guru. Seharusnya terbangun sikap anak yang semangat untuk belajar," jelas Byrnes.

Lebih lanjut Byrnes memaparkan bahwa di lembaga pendidikan anak usia dini yang bagus, anak-anak akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, mampu bersosialisasi, percaya diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa mengambil ide, mengembangkan ide, pergi ke sekolah lain dan siap belajar, cepat beradaptasi, dan memiliki semangat untuk belajar.

Anak-anak yang tidak mengenyam PAUD karena berbagai hal dikuatirkan akan mengalami kelambanan dalam menyerap materi pelajaran saat memasuki jenjang awal fase sekolahnya yang dalam jangka panjang akan mempengaruhi rasa percaya diri serta berpotensi mengganggu proses sosialisasinya.

Sebenarnya proses PAUD ini bisa dilakukan secara mandiri oleh orangtua di rumah, khususnya kaum ibu; namun bila kedua orangtua sama-sama pekerja, maka di tengah derasnya informasi budaya negatif via berbagai tayangan media elektronik maupun jaringan internet gadget dewasa ini, memfasilitasi anak untuk mengikuti edukasi di lembaga PAUD yang baik sangatlah direkomendasikan, Anak-anak balita perlu diberi rangsangan untuk menumbuhkan perisai/saringan moral dalam diri mereka sedini mungkin agar tak terjebak dalam perangkap hedosnistik para pelaku industri hiburan yang hanya berorirentasi pada profit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun