Pagi (16/9) itu selepas mandi dan sarapan di salah satu resto yang terletak di jalan Wates, Yogya, rombongan homeschoolers jenjang SMA Homeschooling Persada, Jatibening Baru, Bekasi pun bergegas masuk ke dalam bis yang akan membawa mereka pada destinasi pertama Jelajah Persada kali ini.
Tak berapa lama kemudian mereka pun tiba di pekarangan luas sebuah bangunan yang merupakan semacam pusat informasi bagi para pengunjung yang mengikuti agrowisata Pabrik Gula / Pabrik Spiritus (PG/PS) Madukismo yang pengelolaannya saat ini diawasi langsung oleh Raja Yogya, Sri Sultan Hamengkubuwono X.Â
Menurut Budi, yang telah mengabdi di pabrik itu selama 30 tahun dan bertindak sebagai narasumber utama dalam sesi diskusi, seluk-beluk pabrik didampingi rekannya, PG/PS Madukismo adalah satu-satunya pabrik gula dan alkohol/spiritus di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki peranan penting dalam mensukseskan program pengadaan sembako dengan menghasilkan  gula pasir.
PG/PS Madukismo terletak di Kelurahan Tirtonimolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. PG Madukismo ini didirikan pada tahun 1955 dan, menurut catatan sejarah, awalnya bernama Pabrik Gula Padokan. Â Di era penjajahan Belanda pabrik ini dihancurkan dan kemudian dirintis kembali pendiriannya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX (1912-1988) dengan nama Pabrik Gula Madukismo.Â
Gagasan pendirian PG Madukismo bertujuan menolong rakyat karena banyak karyawan pabrik yang kehilangan mata pencaharian akibat dimusnahkannya pabrik tersebut oleh pemerintah kolonial Belanda. Sejak 14 Juni 1955 PG/PS Madukismo bernaung di bawah manajemen PT Madubaru dengan supervisi utama  saat ini dipegang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai pemilik 65 persen saham perusahaan dan sisanya dimiliki oleh pemerintah Indonesia yang dikuasakan pada PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Selain sejarah, para homeschoolers juga disuguhi tayangan singkat proses produksi yang terjadi di PG/PS Madukismo tersebut. Diawali dengan panen tebu yang sudah siap olah dengan cara menebang batangnya lalu hasil panen dari area perkebunan yang memiliki luas ribuan hektar tersebut diangkut menggunakan lori (semacam rangkaian gerbong pengangkut barang tanpa atap dan dinding yang bergerak ditarik oleh lokomotif,-pen.) menuju stasiun penggilingan.Â
Batang-batang tebu akan digiling menggunakan mesin-mesin khusus untuk memisahkan nira (cairan dalam tebu yang rasanya manis,-pen.) dari ampas serat dan kulitnya.Ampas selanjutnya dikirim ke stasiun ketel untuk digunakan sebagai bahan bakar, sementara nira mentah menjalani pemurnian di bagian yang terpisah dari pabrik.
Usai pemaparan yang bersifat maraton, selanjutnya digelar sesi diskusi yang dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para homeschoolers untuk mendapatkan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan yang tercantum di lembar kerja siswa yang merupakan tugas wajib dalam setiap kegiatan Jelajah Persada. Selesai tanya-jawab, tibalah saatnya menikmati perjalanan dengan naik rangkaian gerbong yang ditarik oleh sebuah lokomotif kuno buatan Jerman.
Kesederhanaan para karyawan pabrik yang tengah bekerja maupun rehat sejenak di berbagai sisi turut mewarnai sesi observasi mereka. Kali mereka dipandu oleh seorang ibu yang, karena gemuruh mesin-mesin pabrik yang tengah beroperasi saat itu, suaranya saat menjelaskan terdengar sayup-sayup saja. Keadaan dalam pabrik gerah dan agak pengap didominasi mesin-mesin tua buatan Jerman yang telah melewati beberapa dekade terus menjalankan fungsi mereka sebagai alat produksi.