Bukan hanya pocong yang mejeng di bawah terik matahari yang aduhai menusuk kulit di depan pintu masuk Tugu Monumen Nasional (Monas) Sabtu (25/1) sore itu, ada juga figurine serdadu berwarna hijau dan oranye menyala seukuran manusia yang betah bertahan dalam pose mematung di antara para pengunjung beragam usia yang berseliweran di salah satu obyek wisata Jakarta itu. Beberapa homeschoolers Homeschooling Kak Seto (HSKS) Jatibening memekik ketakutan saat melihat Sang Pocong, bahkan ada yang menyelinap ke balik punggung temannya. Sementara pocong itu mengawasi mereka seolah mengajak berpose ...
Namun para kakak guru mengusik euforia semi horor itu karena sudah saatnya memasuki Museum Nasional yang berada sekitar 3 meter di bawah permukaan tanah untuk mengamati berbagai diorama sejarah bangsa Indonesia yang dipamerkan di sana. Penerangan yang redup dan suasana adem membuat mereka, sebagaimana mayoritas pengunjung lainnya, dengan suka hati langsung mengambil posisi lesehan di lantai marmer yang dingin. Nyesssss.....
[caption id="attachment_295496" align="aligncenter" width="482" caption="Tugu, museum, Ruang Kemerdekaan (dok RBP)"][/caption]
Seorang pemandu dengan corong pengeras suara di tangan menerangkan sekilas sejarah nasional yang digambarkan melalui 51 buah diorama (maket situasi tiga dimensi, -pen.) dari mulai era pra sejarah, kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara, masa penjajahan oleh Belanda, perjuangan para pahlawan menentang penjajahan VOC dan pemerintahan Hindia Belanda lalu pergerakan nasional di Indonesia pada awal abad ke-20. Bersambung ke masa pendudukan balatentara Jepang, perang kemerdekaan, pemerintahan Orde Lama Soekarno, kudeta G30S/PKI sampai ke era Orde Baru di masa pemerintahan Presiden Suharto.
Selanjutnya para homeschoolers digiring ke lantai atas, tepatnya ke Ruang Kemerdekaan. Di sana mereka bisa menyaksikan pembukaan pintu tempat penyimpanan Teks Proklamasi Kemerdekaan plus mendengarkan rekaman suara asli Ir Soekarno saat membacakannya pada 17 Agustus 1945. Di sana juga terdapat ukiran peta kepulauan Nusantara yang dilapisi emas. Menurut pemandu, pintu itu dibuka sejam sekali dan beruntung sekali para homeschoolers bisa menyaksikan bagian dalam area display yang desainnya sangat cantik saat mereka berkunjung yang kebetulan bertepatan dengan momen pembukaan terakhir untuk hari itu. Dia juga menerangkan tentang nyala api alias Flame Kemerdekaan di puncak Tugu Monas setinggi 14 meter yang terbuat dari 14,5 ton logam perunggu dilapisi 50 kg emas di bagian luarnya.
Lalu mereka bergeser ke samping, ke depan patung burung Garuda Pancasila yang konon merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia di antara patung sejenisnya. Kali ini para homeschoolers menyimak tentang makna tiap pahatan dalam lambang negara yang berwarna keemasan itu. Bulu-bulu yang diukir menghiasi sekujur tubuh Burung Garuda ternyata bukan sekedar hiasan pemanis belaka, lhooo...
[caption id="attachment_295497" align="aligncenter" width="614" caption="Penghargaan ... (dok RBP)"]
17 helai bulu sayap, 8 helai bulu ekor, 19 bulu di bawah Perisai, dan 45 helai di leher Burung Garuda Pancasila melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia, yakni 17 Agustus 1945. Sementara Perisai di dadanya memuat simbol Bintang, Rantai Baja, Pohon Beringin, Kepala Banteng, serta untaian Padi dan Kapas; keseluruhannya melambangkan sila-sila dalam dasar negara kita, Pancasila. Garis tebal melintang pada Perisai merupakan gambaran garis Khatulistiwa yang melintasi keseluruhan wilayah Indonesia. Pita yang dicengkram kedua cakar Garuda bertuliskan slogan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang bermakna meski Indonesia dihuni oleh berbagai sukubangsa dengan adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda, namun tetap berada dalam sebuah kesatuan yang bernama Bangsa Indonesia.
Usai itu rombongan HSKS Jatibening bergerak ke pelataran atas menikmati hembusan angin sambil menikmati panorama Jakarta dari ketinggian, nun terlihat bangunan Mesjid Istiqlal nan megah memiliki kekhasan arsitektur tersendiri di antara bangunan-bangunan lain yang seolah berlomba menyentuh langit. Sebentar saja mereka berangin-angin di situ, saatnya turun untuk penyerahan Outing Award bagi mereka yang memenuhi kualifikasi terbaik untuk urusan kedisiplinan, tepat waktu, paling kooperatif, paling ramah, dan paling kreatif kategori SD maupun SMP. Setelah itu saatnya pulang. Pocong, serdadu, dan hantu plus ondel-ondel ternyata masih setia berdiri di pelataran. Kali ini ada homeschoolers yang bahkan berani foto bersama, ada pula yang memasukkan uang dalam kaleng di depan si pocong yang bersama teman-temannya memang tengah mencari nafkah dengan memperagakan seni jalanan di situ ...Bravo Kedermawanan ! We Can Do It...
[caption id="attachment_295498" align="aligncenter" width="413" caption="Pocong dan kawan-kawan (dok RBP)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H