Beberapa waktu lalu (22-30 September 2016), Pembina PKBM ‘Tamansari Persada’ (Jatibening Baru, Bekasi), Revita Tantri, didampingi oleh Ketua PKBM, Wina Yunitasari, SPd., dan salah seorang guru PKBM, Edwin Makarim; bertolak ke sebuah negara yang terletak di Eropa Utara berbatasan dengan Swedia, Rusia, Norwegia, dan Estonia. Negara yang saat ini terkenal karena kapabilitas Sains pelajarnya berada di peringkat pertama dunia menurut versi Programme for International Student Assessment (PISA) ditambah lagi negara itupun sukses menduduki peringkat terbaik kedua untuk kapabilitas Membaca dan Matematika. Itulah Finlandia.
Tujuan Tim PKBM ‘Tamansari Persada’ melakukan studi banding ke Finlandia adalah untuk menggali inspirasi edukatif dengan melakukan observasi langsung aktifitas pembelajaran di beberapa sekolah, taman kanak-kanak (TK), Gelanggang Remaja (youth centre), dan Finland University tempat para guru menimba ilmu di sana. Lantas berhasilkah mereka menemukan formula khusus yang membuat kualitas pendidikan Finlandia bertahun-tahun konsisten menduduki peringkat utama PISA itu?
Menurut Revita, Finlandia menerapkan wajib belajar 9 tahun ditambah adanya pendidikan TK selama setahun sebagai media adaptasi sebelum anak-anak masuk ke pola tersebut,” Mereka mulai belajar calistung pada usia 7 tahun saat masuk SD, sebelum mencapai usia itu anak-anak diarahkan untuk bermain sambil belajar di lembaga pendidikan usia dini (PAUD) atau TK.”
Wajib belajar 9 tahun tersebut berlangsung pada periode usia anak 7-16 tahun dengan pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah dan tak ada seleksi khusus yang dijadikan dasar untuk menetapkan diterima-tidaknya seorang anak belajar di SD/SMP tertentu. Jadi semua anak dengan bimbingan orangtuanya bebas memilih untuk bersekolah dimana saja yang nyaman dengan kondisi mereka. Hal itu pun kembali diterapkan saat mereka sudah menuntaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bersiap melanjut ke pendidikan menengah. Setiap siswa dipersilahkan memilih sendiri apakah akan melanjut ke SMA yang nantinya disambung dengan pendidikan tinggi umum (universitas) atau ke SMK yang berlanjut dengan pendidikan tinggi kejuruan (politeknik).
Sebenarnya tes tertulis berupa ulangan harian atau ujian tetap diadakan namun bukan untuk menilai seberapa bagus kemampuan anak didik, melainkan untuk mencari tahu kelemahan-kelemahan belajar mereka agar bisa segera diberikan dukungan yang tepat untuk mengatasinya. Hasil ulangan/ujian pun hanya beredar di kalangan sekolah sebagai bahan masukan untuk menyusun sistem belajar-mengajar yang lebih akomodatif bagi anak-anak didik.
Keberhasilan pendidikan di Finlandia merupakan buah kesuksesan mereka dalam membangun guru-guru yang berkompetensi tinggi hingga layak diberi kebebasan untuk secara otonom mengembangkan sistem pendidikan yang paling baik untuk anak-anak didik mereka di berbagai jenjang sekolah.
Guru merupakan sebuah profesi terhormat di Finlandia, sejajar dengan dokter dan pengacara, hingga cukup diminati oleh para lulusan SMA di sana. Seleksi menjadi mahasiswa Pendidikan Guru SD pun terbilang ketat, rata-rata hanya 10 persen yang diterima dari sekian banyak pelamar dan setelah itu mereka harus melanjut ke jenjang S2 karena semua guru di Finlandia wajib memiliki kualifikasi master degree.
“ Fun learning,pembangunan kompetensi guru, dan memperkaya program pendidikan life-skills akan lebih ditingkatkan lagi di PKBM ‘Tamansari Persada’..” Kata Revita soal agenda paska studi banding yang sekaligus menjadi penutup perbincangan kami pagi (26/10) itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H