Mariam ‘Meymey’ Gunawan (51) memiliki postur yang mungil, namun jangan sepelekan besarnya energi dan talenta yang terkandung di situ. Saat Jepang dilumat gempa yang menyatu dengan terpaan gelombang Tsunami pada 11 Maret 2011, ibu dari Christian (25), Vincent (22), dan Ariel (18) itu dengan semangat mendukung guru origami-nya, Maya Hirai, pemrakarsa aksi 'seratus ribu burung bangau' , mendatangi berbagai SD-SMP serta komunitas un tuk bersama-sama membuat burung bangau dari kertas lipat sebagai bentuk dukungan moril bagi warga Negeri Matahari Terbit yang tengah dilanda musibah.
“Waktu itu berhasil dibuat sebanyak seratus sepuluh ribu tiga ratussebelas buah burung bangau yang langsung dihantar Bu Maya Hirai ke Kedutaan Besar Jepang di Indonesia dan mereka menyambutnya dengan sangat baik.” Tutur Meymey dalam wawancara di rumahnya beberapa waktu (5/5) lalu ,”Jumlah itu (110311) dipilih untuk mengenang tanggal terjadinya gempa Tsunami.” Origami burung bangau dipilih karena bagi masyarakat Jepang itu merupakan simbol doa dan harapan.
[caption id="attachment_364987" align="aligncenter" width="483" caption="Meymey yang enerjik dan kreatif (dok RBP)"][/caption]
Teknik melipat kertas khas Jepang alias origami bagi Meymey lebih dari sekedar ketrampilan tangan untuk menghasilkan bentuk-bentuk unik yang sedap dipandang,”Ada filosofi yang terkandung dalam origami.” Kata lulusan Maya Hirai School of Origami Advance Class tahun 2010 ini,” Contohnya teknik modular (unit) dimana setiap orang dalam kelompok melipat kertas untuk membuat sebuah bangun sederhana yang sama kemudian hasil lipatan dari banyak tangan tersebut harus digabungkan menjadi sebuah bangun baru sesuai kesepakatan, pasti akan terjadi diskusi saat hasil lipatan kita ternyata sulit matching dengan buatan teman-teman lain dan biasanya kita akan mendapat bantuan spontan dari kelompok … begitulah komunikasi pun terbentuk.”
Teknik tessellation , melipat kertas sedemikian rupa hingga membentuk pola relief tertentu yang akan terlihat jelas saat hasil lipatan didekatkan pada sumber cahaya,”Siluet cantik ini baru akan nampak indah bila ada cahaya plus ada teman yang berkenan melihat karya kita dan mengapresiasinya …”Tutur Meymey sambil melangkah ke ambang pintu penghubung ke kebun belakang rumahnya lalu dia mengangkat beberapa karya origami tessellation-nya agar terpapar cahaya matahari. Cantik memang dan butuh minimal seorang teman untuk dapat menikmati keindahannya,”Kita akan selalu membutuhkan orang-orang lain dalam kehidupan kita.” Sorot mata Meymey bersinar hangat saat mengucapkannya.
[caption id="attachment_364988" align="aligncenter" width="483" caption="Origami adalah media edukasi anak yang efektif (dok RBP)"]
Origami juga cocok sebagai media terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), “Sebagai terapis, saya pernah membimbing seorang ABK berusia 18 tahun yang mengidap schizophrenia,” Ungkap Meymey yang didaulat menjadi terapis ABK oleh psikolog yang ditemuinya saat beraktifitas mengajar di Sekolah Minggu, “Origami membuat burung dan meja yang dilakukan berulangkali berhasil menurunkan frekuensi ledakan amarahnya … puji Tuhan, akhirnya dari awal sangat mengisolasi diri kemudian berkembang mampu berkomunikasi dan bisa bekerjasama.” Dia menangani pasien tersebut selama tiga tahun.
Anak-anak down syndrome (penyakit genetik akibat kelainan kromosom yang menyebabkan keterbelakangan fisik-mental, pen.) pun dapat memperbaiki kinerja otot tangan mereka dengan menekuni origami.
Lulusan terbaik Akademi Manajemen Ilmu Komputer (AMIK) Bandung tahun 1986 ini memang memutuskan untuk melakukan segala sesuatu di batas terbaik yang dia bisa dan prinsipnya jelas,”Saya tidak mau berjalan ke sana-sini tanpa tujuan, harus ada sesuatu yang bisa dibagikan pada masyarakat di tempat yang akan saya kunjungi.” Tegas Meymey yang juga pandai mendongeng, trampil merajut dengan satu maupun dua stik, dan belakangan ini tangkas berolah yoga bahkan didaulat menjadi instruktur di berbagai tempat. Tak semua aktifitas berbagi ilmu yang dilakoni Meymey mematok tarif, dia tak sungkan berbagi semua ketrampilan itu dengan kaum dhuafa secara cuma-cuma. Suaminya Taufik Budiman, seorang banker, mendukung penuh kegiatan sang istri termasuk untuk urusan ide maupun pendanaan,”Dia juga suka berbagi ilmu seputar budidaya tanaman modern.”Ujarnya sambil berpose di rambatan kangkung hidroponik karya belahan jiwanya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H