Mohon tunggu...
Rumah Belajar Persada
Rumah Belajar Persada Mohon Tunggu... -

Pokoknya dimana saja,kapan saja, dan bersama siapa saja; belajar itu sebaiknya jalan terus.... We Can Do It !\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sengatan Kentut Kawah Sikidang yang Bikin KO

13 November 2014   03:18 Diperbarui: 31 Maret 2016   10:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Outing hari pertama (30/10)  Homeschooling Kak Seto (HSKS) Jatibening selanjutnya beralih  ke obyek yang  menuntut para homeschoolers mengenakan masker untuk menahan serbuan aroma khas mirip-mirip bau kentut yang dikeluarkan oleh kawah-kawah berbagai ukuran yang tersebar di kawasan Sikidang, Dieng. Nama Sikidang diambil dari kata kidang dalam bahasa Jawa yang berarti ‘kijang atau rusa’, hewan berkaki empat yang terkenal hobi melompat-lompat. Hal itu menggambarkan fenomena alam unik dimana kawah-kawah di area tersebut seringkali mendadak berpindah tempat secara tak terduga mirip lompatan-lompatan rusa.

[caption id="attachment_334939" align="aligncenter" width="614" caption="Akhirnya bisa juga lepas masker ... (dok RBP)"][/caption]

Kepulan uap putih tebal terlihat membubung dari letupan-letupan genangan lumpur mendidih berwarna coklat susu yang tersebar di sana-sini dalam berbagai ukuran  membuarkan bau belerang menyengat hingga beberapa homeschoolers pun tumbang dan terpaksa balik ke bis sebelum acara observasi usai. Maklum keberadaan volume ekstra gas CO2 dalam kepulan uap lumpur panas  memang berpotensi menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan bagi mereka yang kondisi fisiknya lemah.

Sementara rekan-rekan mereka melanjut jelajah mendaki medan tandus yang membuat mata silau karena sinar matahari terpantul nyaris sepenuhnya di permukaan bebukitan batu  yang didominasi warna putih itu.Sebuah kawah berukuran besar menganga menyongsong di ketinggian dengan tingkap tebal uap putih plus aroma belerangnya dengan papan peringatan bertuliskan ‘DIMOHON TIDAK TERLALU DEKAT DENGAN BIBIR KAWAH’ yang bertanda Dinas Pariwisata Budaya (Disparbud) Banjarnegara. Yupz, kalau terpeleset terus nyemplung ke kolam lumpur panas mendidih yang luasnya lebih dari lima bathtub digabung jadi satu itu alamat bakal mengambang tinggal kerangka doang, bro …hiiiyyyy!

[caption id="attachment_334940" align="aligncenter" width="614" caption="Danau Telaga Warna diterjang kemarau (dok RBP)"]

14157974441224020920
14157974441224020920
[/caption]

Tujuan berikutnya yang tak seberapa jauh dari Sikidang dan terkesan lebih adem adalah danau Telaga Warna yang berada di ketinggian sekitar 2000 m di atas permukaan laut. Konon pada performa terbaiknya, permukaan danau akan memantulkan sinar matahari secara sempurna dan membiaskan warna-warni pelangi yang menakjubkan. Saat para homeschoolers bertandang ke sana, kemarau panjang membuat area danau menyempit akibat kekeringan dan padang rumput di area tepiannya terlihat meranggas. Mendung membuat Danau Telaga Warna hanya mampu membiaskan warna biru kehijauan namun mereka tetap bersemangat menyimak keterangan pemandu dan mengisi buku panduan outing sebagai bahan penulisan karya ilmiah saat pulang nanti. Tujuan berikutnya adalah mengejar matahari terbenam di pantai Parangtritis … yupz, Yogya, here we come !

Setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam diselingi persinggahan di pom bensin untuk urusan toilet, akhirnya bis yang mengangkut rombongan homeschoolers putra tiba terlebih dahulu di kawasan Parangtritis. Deretan kamar-kamar mandi untuk membilas badan seusai bermain di tepi pantai menjadi pemandangan pembuka di samping  beberapa lapak makanan dan cenderamata yang beroperasi di situ. Tak seberapa ramai karena memang bukan akhir minggu dan belum masuk musim liburan.

[caption id="attachment_334946" align="aligncenter" width="614" caption="Sunset tak pernah membosankan... (dok RBP)"]

14157979241474440685
14157979241474440685
[/caption]

Hamparan pasir putih yang lembut di tepian  laut yang gelombangnya berkejaran meninggi pasang sesuai pergerakan matahari yang kian surut ke barat menyambut mereka.  Bermain pasir, mengambil foto, mengendarai atv, naik delman, atau menunggang kuda dipilih para homeschooler sebagai aktifitas pengisi senja sembari bercanda antar teman serta melakukan tugas sekolah mereka mengamati matahari terbenam. Menyaksikan bola raksasa berwarna jingga di cakrawala yang perlahan-lahan lenyap di garis horizon yang membatasi laut dan langit  sembari meninggalkan semburat lembayung senja…panorama yang tak pernah membosankan untuk dinanti.

Kegelapan kian merata dan para pengunjung pun berangsur-angsur meninggalkan kawasan wisata itu dengan segenap kesunyiannya. Bis kecil yang mengangkut para homeschooler putri rupanya mengambil rute memutar hingga terlambat menangkap matahari terbenam bareng rekan-rekan putra mereka hingga setelah melemaskan otot sejenak di pelataran parker, kedua bis pun meluncur kea rah kota Yogya memburu hotel tempat rombongan HSKS Jatibening menginap sebelum melanjut agenda outing keesokan harinya. (Bersambung).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun