Mohon tunggu...
Yadi Mulyadi
Yadi Mulyadi Mohon Tunggu... Dosen - Arkeolog

Arkeolog dari Bandung tinggal di Makassar dan mengajar di Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aduhai Cinta

5 April 2018   07:22 Diperbarui: 5 April 2018   07:31 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cinta titik kehidupan,
sebuah hitam di atas putih yang luas.
Membuat kita lupa dengan yang putih
dan fokus pada yang hitam walaupun itu setitik.

Kerinduan pada cinta,
menghadirkan benci dalam diri
bersemayam di sanubari
mensucikan hati.

benci pada kemunafikan
karena mengagungkan kejujuran
benci pada dendam
karena peduli pada persahabatan
benci pada kejahatan
karena merindukan kebaikan
benci pada dengki
karena menginginkan kasih sayang.

Cinta pun dipuja.
bahkan ada yang memilih kematian demi cinta.
Walaupun mati untuk cinta belum tentu membuat kita mulya
Berkacalah pada Datu Museng dan Maipa Deapati di tanah Makassar,
atau sepasang rangka dan tengkorak di sebuah tebing di Londa Toraja
bukti akan keabadian cinta, yang selalu mengabdi pada rindu,
bermuara pada kasih sayang, yang terkadang diselingi derai air mata
diselasela tawa mesra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun