Mohon tunggu...
Rumah Rumah
Rumah Rumah Mohon Tunggu... -

Tempat berbagi informasi tentang jual, beli atau sewa rumah, apartemen, ruko atau info dunia properti

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa Harga Properti Cepat Naik Namun Sulit Untuk Turun?

16 Desember 2015   00:43 Diperbarui: 16 Desember 2015   00:48 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 

 

Berbeda dengan produk lain, jumlah pasokan di pasar properti bersifat tidak elastis (inelastic supply). Artinya, perubahan pada sisi permintaan (demand) dari pasar properti di suatu lokasi tertentu, tidak langsung diikuti oleh perubahan di sisi pasokan (supply) pada lokasi yang sama.

Mengapa demikian? Ketika permintaan meningkat melampaui kemampuan persediaan (supply), maka dibutuhkan waktu untuk memenuhi kebutuhan itu. Akibatnya, harga pun akan mendadak naik. Namun ketika permintaan turun, melebihi tingkat persediaan yang ada, maka harga biasanya tidak bisa turun secepat ketika harga tersebut naik.

Contohnya, sebuah cluster perumahan menjual 50 unit rumah, tetapi pada saat launching ternyata permintaannya mencapai 75 unit. Kondisi seperti ini akan menyebabkan harga naik secara signifikan, misalnya dari Rp1 miliar menjadi Rp1,3 miliar.

Sebaliknya, ketika pengembang melakukan launching 200 unit rumah, tetapi sepi peminat (misalnya hanya laku 100 unit), patokan harga Rp1 miliar tidak langsung bisa turun jadi Rp800 juta. Ini disebabkan karena pasokan yang tersedia mengandung biaya-biaya tetap (minimum) yang tidak bisa dikurangi. Hal ini yang membuat harga properti bisa naik, tetapi sulit turun.

Ketika suku bunga KPR (kredit pemilikan rumah) meningkat, tingkat penjualan rumah menurun akibat permintaan berkurang. Kendati terjadi penurunan tingkat penjualan, hal tersebut tidak langsung menyebabkan harga rumah ikut turun. Pasalnya, untuk menambah maupun mengurangi suplai rumah memerlukan waktu yang panjang. Berbeda dengan calon konsumen yang hanya memerlukan waktu singkat untuk membeli rumah (bisa dalam hitungan hari atau bahkan hitungan jam saja).

Pada 2009 lalu, saat suku bunga KPR berada di kisaran 14%, calon konsumen langsung menunda pembelian rumah. Tetapi, di sisi lain, pengembang tidak bisa langsung menarik produk properti tersebut dari pasar.

Sebaliknya, ketika suku bunga KPR menjadi 9%, banyak calon pembeli beramai-ramai memesan rumah. Tetapi di saat itu, mungkin pengembang masih membangun rumah atau bahkan baru mengurus izin lokasi.

Sumber : Rumah.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun